Bisnis.com, JAKARTA- Bisnis ruang perkantoran di Hong Kong masih mengalami penurunan okupansi meskipun pandemi telah berakhir. Padahal, ruang kantor di Hong Kong termasuk yang paling dicari dan paling mahal di pasar global.
Data dari Colliers International Group Inc., total ruang kantor yang mengalami kekosongan hingga April 202 sebesar 13 juta meter persegi. Adapun, tingkat kekosongan perkantoran Grade A di Hong Kong mencapai 15 persen, lebih tinggi dari Manhattan 12,5 persen dan Singapura 4,6 persen.
Dikutip dari Bloomberg, Selasa (6/6/2023) aset perkantoran milik miliarder Li Ka-shing, Cheung Kong Center, tingkat kekosongannya mencapai 25 persen. Sementara, proyek perkantoran terbarunya dengan pemandangan Pelabuhan Victoria baru mendapatkan 1 penyewa.
Di sisi lain, properti milik taipan Lee Shau kee yaitu Gedung Henderson pun hanya disewa 30 persen dengan harga sewa yang rendah. Taipan lainnya seperti Li dan keluarga Kwok di Sun Hung Kai Properties Ltd. juga harus menghadapi penurunan pendapatan dari ruang sewa kantor dan mengandalkan sumber lain dari properti hunian dan pusat perbelanjaan.
Analis di UBS Group AG Mark Leung mengatakan kantor real estat menyumbang kurang dari 10 persen dari keuntungan untuk para pengembang.
“Pasar sedang menantang, Penurunan harga mungkin melambat, tetapi sulit untuk rebound,” kata Eddie Kwok dari CBRE Group Inc.
Baca Juga
Hilangnya para penyewa ruang kerja tak hanya disebabkan tren hybrid working yang diterapkan berbagai perusahaan. Kota ini telah kembali beroperasi, dengan jumlah penumpang kereta bawah tanah yang melampaui level 2019 pada bulan Maret, sedangkan di New York masih 65 persen dari angka prapandemi.
Kondisi kekosongan perkantoran di Hong Kong dipicu oleh bank-bank negara Barat yang memangkas ruang kerja karena kesepakatan yang melonggar karena China semakin memperketat cengkramannya terhadap sektor keuangan.
Sementara, perusahaan-perusahaan China yang diperkirakan akan mengambil alih, tidak melahap ruang sebanyak yang diharapkan.
Para pengelola perkantoran di Hong Kong mulai kehilangan pelanggan terbaik mereka karena iklim bisnis memburuk di China di tengah meningkatnya ketegangan dengan AS, bank-bank Wall Street mengurangi rencana ekspansi.
Hong Kong, di mana banyak bankir yang berfokus pada China beroperasi harus membayar akibatnya, karena industri keuangan menempati hampir 30 persen ruang kantor.
Perusahaan jasa keuangan multinasional asal Amerika, Morgan Stanley, saat ini sedang mempertimbangkan untuk memangkas 7 persen dari tenaga kerja perbankan investasi Asia-Pasifik setelah memberhentikan sekitar 50 pekerjaan tahun lalu.
Selain itu, JP Morgan telah melepaskan sekitar 30 bankir investasi di Asia termasuk yang berbasis di Hong Kong. Perusahaan seperti Deutsche Bank AG, Standard Chartered Plc, dan BNP Paribas SA juga telah melepaskan ruang atau beralih dari perusahaan inti untuk memangkas biaya. FedEx Corp. memindahkan kantor pusatnya di Asia-Pasifik ke Singapura.
Ketika bank global mundur, perusahaan China tidak mengisi kekosongan dengan cukup cepat bahkan setelah pembatasan perbatasan dicabut.
Sementara perusahaan China seperti ByteDance Ltd. dan PetroChina Co. menyerap ruang namun hanya menyumbang 11 persen dari sewa baru pada kuartal pertama. Mereka juga menghasilkan hanya 8 persen dari pembelian properti komersial pada periode tersebut, turun dari 19 persen sebelum pandemi.
Sementara itu, pengembang seperti CK Asset Holdings Ltd. dan Henderson Land Development Co. terus membangun gedung pencakar langit. Setidaknya akan ada tujuh juta kaki persegi ruang Grade A yang akan hadir di pasar dalam tiga tahun ke depan.
"Tingkat penyerapan tahunan sebelum Covid hanya 1,8 juta kaki persegi, jadi butuh bertahun-tahun untuk mengisi ruang baru," ujarnya.
Sementara itu, harga untuk kantor premium turun 26 persen di bulan Maret dari puncaknya di tahun 2018, dan harga sewa turun 29 persen dari empat tahun lalu.
Meskipun itu adalah kabar baik bagi penyewa di pasar yang masih memiliki biaya hunian tertinggi di dunia, ini merupakan pukulan bagi pengembang perkantoran, sebab banyak dari mereka membayar mahal untuk membangun proyek yang mulai beroperasi sekarang.
CBRE memproyeksi nilai untuk gedung perkantoran en-bloc akan turun 5 - 10 persen pada tahun 2023. Firma ekuitas swasta yang berbasis di Hong Kong yang sekarang dimiliki oleh Schroders Plc, menjual gedung komersial di Kowloon seharga HK$350 juta pada Februari 2023, kurang lebih sama dengan yang dibayarkan pada tahun 2015.