Bisnis.com, JAKARTA — Komitmen investasi baterai kendaraan listrik Contemporary Amperex Technology Co. (CATL) lewat konsorsiumnya di Indonesia, PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd. (CBL) masih menunggu persetujuan pemerintah China.
Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury mengatakan, pemerintah masih mengawal komitmen investasi CBL senilai US$6 miliar atau setara dengan Rp92,48 triliun (asumsi kurs Rp15.349 per US$) yang tergabung ke dalam proyek dragon bersama dengan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia battery Corporation (IBC).
“Memang ada komitmen dari CATL untuk merealisasikan hal tersebut. Mereka sedang menunggu persetujuan dari regulator China, mereka optimistis ya,” kata Pahala saat ditemui di Komisi VI DPR RI, dikutip Selasa (6/6/2023).
Menurut Pahala, persetujuan dari pemerintah China itu menjadi penting untuk merealisasikan investasi strategis proyek baterai listrik terintegrasi pertama di dalam negeri.
Nantinya, kata Pahala, alokasi investasi itu bakal diserap secara bertahap dalam kurun waktu 3 hingga 4 tahun sesuai dengan lini masa pengerjaan industri baterai setrum tersebut dari hulu sampai hilir bersama IBC.
“US$6 miliar itu akan dilakukan secara bertahap dalam waktu 3 hingga 4 tahun mendatang, dengan adanya kesepakatan dengan CATL akan jadi mitra pertama yang jalan,” tuturnya.
Baca Juga
Saat ini, Konsorsium CBL tengah mengkaji kembali studi kelayakan bersama dengan IBC berkaitan dengan hilirisasi nikel lanjutan di sisi pemurnian, prekursor, katoda, sel baterai hingga tahap daur ulang.
Pada sisi hulu, PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) menargetkan perjanjian jual beli saham atau sales purchase agreement (SPA) kepemilikan Antam di anak usaha mereka, PT Sumberdaya Arindo, dengan perusahaan terkendali CBL, Hong Kong CBL Limited (HKCBL) rampung pada 30 Oktober 2023.
SPA itu nantinya bakal menandai realisasi investasi CATL di sisi hulu tambang terintegrasi hingga pabrikan baterai listrik.
“Tanggal 30 Oktober target untuk kesepakatan transaksi, baru ada di situ kita akan terima duit sesuai valuasi, kalau persetujuan itu keluar dan persyaratan itu terjadi,” kata Direktur Utama Antam Nico Kanter saat ditemui di Jakarta, Rabu (5/4/2023) malam.
Kendati demikian, Nico enggan memberi keterangan ihwal valuasi dari aset yang telah dilepas sebagian oleh emiten berkode saham ANTM itu untuk kerja sama pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik tersebut kepada anak usaha CBL di sisi hulu tambang bijih nikel.
Saat ini, dia menambahkan, perseroan tengah melakukan eksplorasi lanjutan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) Halmahera Timur, Maluku Utara milik PT Sumberdaya Arindo (SDA) untuk meningkatkan potensi cadangan bijih nikel yang bakal divaluasi nanti.
“Kalau Oktober itu valuasinya kita belum boleh sampaikan angkanya, tapi kalau overall dari hulu sampai ujung CATL itu lebih dari US$6,7 miliar,” kata dia.
Teranyar, Antam menyampaikan telah menandatangani perjanjian jual beli saham bersyarat (conditional share purchase agreement/CSPA) atas pengalihan sebagian kepemilikan saham pada PT Feni Haltim (FHT).
Penandatanganan ini dilakukan Antam bersama anak usahanya PT International Mineral Capital (IMC) dan Hong Kong CBL Limited (HKCBL), anak usaha Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co. Ltd (CBL). Pengalihan saham Feni Haltim ini dilakukan untuk pengembangan dan pengoperasian kawasan industri sebagai lokasi pengembangan ekosistem EV Battery (Electric Vehicle Battery) atau baterai kendaraan listrik terintegrasi.
Selain itu, pengembangan akan dilakukan untuk melakukan perluasan dan/atau pembangunan pelabuhan dan infrastruktur lainnya, termasuk di dalamnya pembangunan fasilitas pengolahan nikel berbasis teknologi rotary kiln electric furnace sebanyak empat line produksi, untuk mewujudkan pengembangan ekosistem baterai kendaraann listrik di Halmahera Timur, Maluku.
Manajemen Antam menyebut CBL secara grup sebagai calon mitra strategis Antam atau ANTM, memiliki portofolio untuk melakukan pengembangan dan pengelolaan kawasan industri nikel. CBL juga dapat memberikan kepastian pemenuhan tenant di Kawasan Industri FHT sehingga diharapkan akan bisa memberikan iklim investasi yang menjanjikan bagi Indonesia.