Bisnis.com, JAKARTA – Negara-negara berkembang dinilai memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga acuan setelah dinaikkan secara signifikan sebagai respons untuk menurunkan laju inflasi pada 2022.
Perkembangan tersebut sejalan dengan laju inflasi yang turun lebih cepat di negara-negara berkembang.
Hal ini disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam rapat kerja bersama dengan pemerintah dan Komisi XI DPR RI, Senin (5/6/2023).
Di sisi lain, Perry mengatakan bahwa suku bunga kebijakan di negara maju diperkirakan akan tetap tinggi dikarenakan laju inflasi yang turun lebih lambat dan pasar tenaga kerja yang masih cukup ketat.
“Itulah kenapa di negara maju termasuk Amerika Serikat, ada kecenderungan suku bunga kebijakan moneternya akan tetap tinggi dalam waktu yang lama atau disebut higher for longer. Di negara berkembang, ada ruang untuk menurunkan suku bunga,” katanya.
Sementara di dalam negeri, Perry mengatakan bahwa suku bunga kebijakan akan tetap diarahkan untuk memastikan inflasi inti terkendali pada kisaran 2-4 persen di sisa 2023.
Baca Juga
Selain itu, dia menilai inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dapat segera kembali ke sasaran 2-4 persen pada kuartal III/2023.
“[BI] mempertahankan kebijakan suku bunga meski nanti kami akan melihat perkembangan lebih lanjut sejauh nanti penurunan inflasi,” kata Perry.
Dia mengatakan bahwa inflasi hingga April 2023 terus menurun lebih cepat dari perkiraan.
Hal ini sebagai dampak positif dari konsistensi kebijakan moneter, khususnya kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar rupiah, serta eratnya sinergi pengendalian inflasi BI dan pemerintah.
Adapun, berdasarkan data terbaru, Badan Pusat Statistik mencatat inflasi pada Mei 2023 mencapai 0,09 persen secara bulanan. Secara tahunan, inflasi pada periode tersebut mencapai 4,0 persen.
Tingkat inflasi tersebut turun dibandingkan dengan inflasi pada April 2023 yang mencapai 0,33 persen secara bulanan atau 4,33 persen secara tahunan.