Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Nirwono Joga

Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan

Nirwono Joga juga merupakan pengamat tata kota dari Universitas Trisakti

Lihat artikel saya lainnya

OPINI : Wujudkan Rumah Impian Berbasis Komunitas

Meski sudah hampir merdeka yang ke-78 tahun ini, bangsa Indonesia belum memiliki kebutuhan perumahan yang terpenuhi secara substansial.
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha
Foto aerial salah satu perumahan subsidi di Ciampea, Bogor, Jawa Barat, Senin (6/1/2023). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Data Badan Pusat Statistik (BPS, 2020), memperlihatkan jika backlog kepemilikan (dan penghunian) nasional dalam kurun waktu 2010—2020 terjadi perubahan tipis berkisar antara 12,75 (2020) untuk backlog kepemilikan (dan penghunian).

Pada periode 2015—2020, persentase kenaikan backlog tertinggi berada di provinsi Jawa Barat (22,1%), DKI Jakarta (11,8%), Jawa Timur (9,9%), Sumatra Utara (8%), dan Jawa Tengah (7,4%). Lalu, langkah apa yang harus dilakukan?

Pertama, struktur dasar penyediaan perumahan formal meliputi komponen penentu harga rumah di Indonesia terbagi menjadi lima komponen biaya, yaitu harga tanah, biaya perizinan, biaya konstruksi rumah, biaya konstruksi prasarana sarana umum (PSU), serta biaya pajak. Sebagai gambaran komponen penentu harga rumah, yakni zona harga tanah A terletak di area pusat kota dan jalan primer, B terletak di area pinggir kota dan jalan sekunder, C terletak di area suburb dan jalan tersier, serta D terletak di area perdesaan.

Lokasi makin bergeser ke zona harga tanah yang makin kecil, maka komponen harga tanah juga mengecil. Rumah kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) milik terindikasi banyak terdapat di wilayah dengan zona harga tanah C dan D.

Pada zona harga tanah C, harga tanah masih relatif lebih tinggi dibandingkan dengan standar harga tanah rumah MBR. Masalahnya untuk perumahan MBR, harga dan ketersediaan lahan menjadi faktor utama dalam rantai pasok penyediaan perumahan.

Kedua, kelompok MBR/informal/upah minimum pekerja adalah kelompok yang paling tertekan dan makin sulit mendapatkan rumah di wilayah/kawasan yang tingkat dinamika sosial dan ekonomi tinggi. Berdasarkan patokan harga rumah subsidi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR, 2020), rentang harga Rp150 juta—Rp220 juta dengan tipe luas bangunan/luas lahan rata-rata 36 m2/90 m2, diperkirakan harga maksimal lahan untuk perumahan MBR sekitar Rp200.000 per meter persegi.

Data zona harga tanah kawasan perkotaan per provinsi yang disusun MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia, 2020), terlihat bahwa di Zona A sudah tidak terdapat tanah yang terjangkau untuk perumahan MBR.

Penyediaan rumah untuk MBR akan dipengaruhi oleh ketersediaan lahan yang terjangkau MBR. Penyediaan perumahan MBR cenderung berada di luar wilayah administrasi. Ketiga, untuk mendapatkan rumah di kawasan perkotaan, data dari BPS (2020), melalui Statistik Perumahan dan Permukiman, dalam kurun waktu 2007—2019, cara pemilik rumah di kawasan perkotaan mendapatkan rumah masih didominasi dengan membangun sendiri di mana kecenderungan meningkat dari 59,95% (2007), 62,03%(2013), 59,78%(2016), menjadi 71,56% (2019).

Sedangkan pemilik rumah yang mendapatkan rumah dengan membeli dari pengembang kurang dari 10%, yakni 7,48% (2007), 8,56% (2013), 7,48%(2016), 8,30% (2019); membeli dari nonpengembang 14,13 % (2007), 9,93% (2013), 11,5 % (2016), 9,69% (2019); dan dari pihak lainnya 18,42% (2007), 19,48% (2013), 21,19% (2016), 10,45% (2019).

Keempat, kebijakan penyediaan perumahan formal dan informal tidak dapat diseragamkan pada setiap wilayah, karena memiliki karakteristik berbeda. Wilayah dengan angka ownership rate rendah dan menjadi penyumbang angka backlog tertinggi secara nasional harus mendapatkan prioritas.

Kriteria penyediaan rumah tiap wilayah harus diberi kategori dengan bentuk intervensi yang berbeda, seperti wilayah tingkat kendala tinggi, sedang dan rendah. Kelompok MBR/informal/UMP perlu diubah kriterianya, apakah harus memiliki rumah atau memiliki tempat tinggal.

Penyediaan Lahan

Konsep baru kelembagaan penyelenggara perumahan (Yayat Supriatna, 2023) meliputi kebijakan penyediaan perumahan berdasarkan nilai sosial dan keadilan sebagai bentuk tanggung jawab negara.

Penyediaan lahan dilakukan melalui mekanisme konsolidasi lahan, bank tanah, aset pemerintah/masyarakat, tanah bekas hak guna umum/HGU, lahan terlantar, hibah/wakaf/sedekah tanah (Bank Tanah, PP 64/2021).

Sumber dana diperoleh dari arisan, bergulir, koperasi, gotong royong, simpanan (BP Tapera, BLUD Pemda, BAZNAS, lembaga nonperbankan). Masyarakat/komunitas membentuk MBR Mandiri (didampingi Balai Pelaksanaan Penyediaan Perumahan Provinsi/Lembaga Swadaya Masyarakat). Struktur kekuatan “komunitas” adalah the biggest developer (swadaya).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nirwono Joga
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper