Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengungkapkan sejumlah kebijakan di Indonesia membuat produk-produk dalam negeri kalah saing dengan produk luar.
Bahkan untuk melakukan efisiensi dan penghematan, perusahaan melakukan produksi di China agar harga produksi dapat jauh lebih murah.
Dalam bincangnya bersama Novel Baswedan, Faisal memberikan contoh salah satu perusahaan asal Indonesia selaku produsen permen enting-enting yang khas dengan rasa manisnya, membuat permen di China dengan alasan menekan harga produksi.
“Untuk menghasilkan permen yang sama, di Indonesia [harganya] bisa 30 persen lebih mahal,” ungkapnya, dikutip, Kamis (1/6/2023).
Bagaimana tidak, Faisal menjelaskan jika permen tersebut diproduksi di Indonesia, untuk bahan baku utama berupa gula dikenakan bea masuk sebesar 10 persen yang ditambah dengan PPN impor.
Terlebih pengusaha juga harus membayar pajak penghasilan (PPh) sebesar 2,5 persen yang wajib dibayar di muka.
Baca Juga
“Ini belum berproduksi sudah keluar banyak, PPh kan pajak keuntungan perusahaan, produksi belum, sudah 2,5 persen, kalau kelebihan bayar nanti restitusi, nah masalah lagi nanti, restitusi ‘main lagi’,” jelasnya.
Lebih lanjut, alumnus dari Universitas Indonesia tersebut membandingkan dengan kebijakan yang ada di China.
Pasalnya, di Negeri Tirai Bambu, impor bahan baku nol, tidak ada PPh bayar dimuka, tidak bayar PPN jika produk diekspor, bahkan jika menghasilkan valas, perusahaan akan mendapatkan insentif sebesar 10 persen.
Anehnya lagi, kata Faisal, permen yang diproduksi di China tersebut kemudian diekspor ke Indonesia dan bebas biaya.
“Itu kan di produksi di Guangzhou, ekspor ke Indonesia, bea masuk 0. Jadi kebijakan itu bilang begini, ‘para pengusaha jangan sekali-kali bikin pabrik di Indonesia, bikin saja di luar negeri, nanti beli saja di luar negeri’,” katanya.
Faisal menyayangkan minimnya perlindungan produk dalam negeri di Indonesia, terlebih dari sisi kebijakan. Keberpihakan kebijakan tidak mendukung upaya produksi di Indonesia.
“Kita makin bergantung pada ekspor yang tidak pakai proses produksi, kecuali keruk jual, tebang jual, petik jual,” tambahnya.