Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk. atau Bank BCA (BBCA) David E. Sumual menyampaikan bahwa realisasi asumsi makro APBN 2023 sejauh ini terlihat lebih baik dari perkiraan, tetapi terdapat risiko jangka pendek yang bisa mengganggu capaian tersebut.
David menyampaikan risiko-risiko eksternal atau dari sisi global cenderung akan mengganggu pencapaian kinerja makro Indonesia 2023. Hal itu perlu menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023.
“Risiko jangka pendek tetap ada, salah satunya global liquidity,” ujar David dalam Taklimat Badan Kebijakan Fiskal atau BKF Kementerian Keuangan di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Pertama, David mencatat tidak cukupnya likuiditas global dengan adanya kebijakan yang ketat dari Federal Reserve atau The Fed, penerbitan US Treasury pasca-debt ceiling, dan akhir dari yield curve control (YCC) oleh Bank of Japan akan menjadi risiko bagi ekonomi Indonesia dalam jangka pendek.
Kedua, Bank BCA juga melihat tidak mencukupinya permintaan global seperti oversupply China, juga harga komoditas unggulan Indonesia di global yang terus turun. Dampaknya, neraca dagang dan permintaan domestik berpotensi menurun.
Hal-hal tersebut, kata David, dapat menjadi risiko-risiko jangka pendek.
“Ini dua hal yang harus kita waspadai,” kata Kepala Ekonom BBCA itu.
Menurutnya, realisasi makro sejauh ini lebih baik dari perkiraan. Produk domestk bruto (PDB) pada kuartal I/2023 tercatat di atas 5 persen, inflasi juga turun lebih cepat, serta nilai tukar rupiah dan yield surat berharga negara (SBN) yang solid.
Adapun, pada 2023 pemerintah mencangkan asumsi makro yang optimistis, salah satunya PDB untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen—5,3 persen dengan inflasi di rentang 2—4 persen secara tahunan atau year-on-year (yoy).
Harga minyak ICP/Brent dipatok di US$80—85/barrel, posisi kurs Rp14.900—Rp15.400 per dolar AS, serta yield SBN 10 tahun sebesar 6,73 persen—7,05 persen sebagai target dari APBN 2023.
Para ekonom BBCA sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2023 lebih rendah dari target pemerintah, yaitu 4,98 persen. Sejalan dengan Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di 4,95 persen.