Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur bank sentral Jepang (BOJ) Kazuo Ueda mengatakan bahwa bank sentral tetap teguh dalam pendiriannya untuk mempertahankan kebijakan moneter yang sangat longgar. Pernyataan ini seiring tingginya inflasi di Negeri Matahari Terbit itu.
Mengutip dari Reuters (19/5/2023), Ueda meyakinkan pasar Jepang menjadi pengecualian yang bersifat dovish dibandingkan negara lain di dunia yang berjuang menghadapi inflasi.
Sebelumnya, Biro Statistik Jepang melaporkan pada Jumat (19/5/2023) bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) Jepang April 2023 naik 3,4 persen (year-on-year/yoy) yang didorong oleh kenaikan harga makanan dan jasa. Inflasi Jepang ini berada di atas target BOJ sebesar 2 persen. Inflasi di Jepang juga diiringi permintaan domestik yang kuat.
Meski inflasi di atas target, dirinya berpendapat kebijakan moneter yang lebih ketat yang direpresentasikan dengan kenaikan suku bunga acuan akan merugikan perekonomian.
Kebijakan moneter longgar dipilih BOJ seiring belum pulihnya ekonomi global. Risiko menjadi lebih tinggi bagi negara eksportir seperti Jepang karena adanya kenaikan suku bunga AS yang agresif. Diyakini faktor ekonomi ekspor tumbuh lebih besar dibandingkan permintaan domestik.
Dasar ini membuat BOJ meyakini inflasi sebesar 2 persen belum akan tercapai dalam waktu dekat. Untuk itu, Ueda mengatakan bahwa saat ini perlu untuk melanjutkan pelonggaran moneter. Setelah data Inflasi April 2023 dilaporkan, Ueda mengatakan bahwa perlu membutuhkan waktu dalam menyesuaikan kebijakan.
"Adalah tepat untuk membutuhkan waktu dalam menilai [kapan] melakukan penyesuaian kebijakan yang sangat longgar," jelasnya.
Baca Juga
Spekulasi mulai bermunculan bahwa BOJ dapat menghapus stimulus secara besar-besaran dalam beberapa bulan kedepan untuk mengatasi efek dari pelonggaran yang berkelanjutan.
BOJ juga perlu berhati-hati dalam menimbang keseimbangan antara manfaat dan biaya tindakannya dalam menentukan kebijakan, alih-alih berfokus pada efek samping.
Untuk mencapai target inflasi 2 persen secara berkelanjutan, di bawah kebijakan kontrol kurva imbal hasil (YCC), BOJ menetapkan target minus 0,1 persen untuk suku bunga jangka pendek dan 0 persen untuk imbal hasil obligasi 10 tahun.
Langkah yang dilakukan yakni dengan membeli obligasi pemerintah dalam jumlah besar dan aset berisiko untuk ‘memompa’ uang ke dalam perekonomian.