Bisnis.com, JAKARTA - Negara berkembang masih dihadapkan tantangan berat di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, negara berkembang saat ini masih dibayangi oleh risiko scarring effect dari pandemi Covid-19, juga tensi geopolitik yang masih berlangsung, dan risiko dari pengetatan kebijakan moneter global.
Selain itu, terdapat pula informasi komprehensif lainnya yang menjadi pilihan redaksi BisnisIndonesia.id pada Minggu (14/5/2023). Informasi itu antaranya adalah:
1. Tekanan Biaya Tinggi Hingga Deglobalisasi Ancam Ekonomi Dunia
Dalam sesi dialog G7 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting, Jumat (12/5/2023), Sri Mulyani Indrawati menyampaikan empat tantangan berat yang dihadapi negara berkembang pasca pandemi Covid-19.
“Dalam diskusi tersebut, saya sampaikan bahwa negara berkembang masih mengalami risiko scarring effect sebagai dampak pandemi, tensi geopolitik yang terus menguat, dan efek rambatan dari kebijakan pengetatan moneter,” katanya melalui unggahan di akun Instagram @smindrawati, dikutip Sabtu (13/5/2023).
Tingginya beban yang harus ditanggung untuk pembiayaan menjadi tantangan yang harus dihadapi negara berkembang.
2. Menyimak Cara Bahlil Menjajakan Hilirisasi Ke Negara Islam
Bahlil menyebutkan bahwa Indonesia, yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, justru dibanjiri investasi dari negara bukan Islam.
Indonesia memasang target realisasi investasi pada tahun 2023 hingga Rp1.400 triliun. Realisasi investasi pada kuartal I/2023 tercatat mencapai Rp328,9 triliun atau 23,5 persen dari target Rp1.400 triliun.
BKPM mencatat realisasi investasi Arab Saudi sejak 2018 hingga kuartal I/2023 mencapai US$26,5 juta. Hal itu tidak termasuk investasi pada sektor keuangan dan hulu migas.
Dari jumlah tersebut, sektor tersier mendominasi dengan total US$24,78 juta atau 94 persen. Realisasi investasi tertinggi diraih sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran senilai US$16,93 juta. Jumlah tersebut setara dengan 64 persen dari total nilai investasi Arab Saudi di Indonesia.
3. Cuan Tebal Taipan Boy Thohir Dkk di Balik Rekor Dividen ADRO
Emiten tambang PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) mencatat rekor tertinggi pembagian dividen tertinggi sepanjang sejarah perusahaan. Situasi tersebut membuat semakin tebal kantong konglomerat di balik Adaro, termasuk Garibaldi Thohir.
Rekor tersebut didukung oleh lesatan laba yang dicatat oleh perusahaan. Laba inti ADRO mencapai US$3,01 miliar pada 2022 atau naik 140 persen secara tahunan. Sementara itu, total laba bersih mencapai US$2,83 miliar yang setara Rp43,23 triliun, naik 175 persen secara tahunan. Dalam RUPS yang digelar pada Kamis (11/5/2023), para pemegang saham ADRO menyetujui pembagian dividen tunai final sebesar US$500 juta.
Selain Garibaldi Thohir, konglomerat lainnya yang bakal mengantongi dividen tebal ADRO adalah Theodore Permadi Rachmat dan Edwin Soeryadjaya bersamaan dengan posisi strategis mereka di perusahaan.
4. Masih Ada Peluang Surplus Neraca Perdagangan Kembali Berulang
Kalangan ekonom masih meyakini surplus neraca perdagangan tetap berlangsung meski angkanya tidak sebesar Februari 2023.
Di sisi global, pertumbuhan ekonomi China cenderung membaik usai dibukanya kembali perekonomian di negara itu.
Sebaliknya, meski pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat membaik pada kuartal I/2023, ke depan diperkirakan semakin melambat sejalan dengan tingginya tingkat suku bunga acuan.
Dengan berbagai perkembangan tersebut, volume permintaan dan harga komoditas unggulan Indonesia pada April 2023 diperkirakan masih cenderung melemah.
5. Pasar Otomotif Melemah, Mobil Listrik Menguat
Di saat pasar otomotif melemah pada April 2023, penjualan mobil listrik (BEV) melanjutkan penguatan seiring dengan insentif berupa subsidi harga. Sementara produksi mobil baterai listrik mengalami penurunan.
Berdasarkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesale mobil secara nasional pada April 2023 anjlok 1,5% dari bulan sebelumnya menjadi hanya 58.911 unit, atau lebih rendah 28,8% dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.
Sepanjang Januari-April 2023, penjualan mobil secara nasional melemah 1,5% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi hanya 341.311 unit.