Bisnis.com, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berharap pemerintah mempunyai strategi yang lebih konkret dan relatif mudah dijangkau dalam mempertahankan serta meningkatkan cadangan devisa, khususnya di semester kedua tahun ini.
Hal tersebut menanggapi tren penurunan cadangan devisa pada April 2023 sebesar US$144,2 miliar. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2023 sebesar US$145,2 miliar.
Wakil Ketua Umum Kadin Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri, Shinta W. Kamdani, mengatakan, apabila pemerintah tidak mempunyai strategi yang konkret, tentunya penciptaan stabilitas dan penguatan nilai tukar akan lebih sulit dilakukan hingga akhir tahun, meskipun alasan penurunan devisanya relatif produktif (pembayaran utang luar negeri dan kontrol inflasi melalui suplai impor).
Shinta menuturkan, penurunan cadangan devisa pada dasarnya bisa terjadi kapan pun, khususnya apabila tidak bisa memacu produktifitas ekonomi domestik untuk keperluan ekspor atau tidak bisa cukup menarik investasi asing ke dalam negeri.
Secara historis, cadangan devisa selalu tertekan selama periode April—Juni. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan dolar AS yang meningkat untuk pembayaran utang.
“Jadi apakah tren penurunannya akan berlangsung hingga Juni atau tidak ya tergantung bagaimana kita akan memacu produktifitas dan daya saing ekspor dan investasi dalam jangka pendek,” ujar Shinta kepada Bisnis, Senin (8/5/2023).
Baca Juga
Shinta mengungkapkan, pada prinsipnya cadangan devisa bisa dipacu dengan beberapa langkah, seperti penyederhanaan prosedur ekspor, perluasan akses pembiayaan ekspor, hingga mempermudah investasi.
Dia menyatakan, tren penurunan ini akan kembali bangkit, karena harga komoditas di pasar internasional masih cukup tinggi sehingga Indonesia sebetulnya masih bisa menikmati windfall ekspor komoditas. Selain itu, kondisi fundamental ekonomi pun dinilai masih cukup baik untuk menggenjot penanaman modal.
“Hanya saja yang agak mengkhawatirkan adalah penurunan kinerja ekspor setelah Juni karena pemerintah akan memperluas implementasi larangan ekspor komoditas [bauksit] tanpa ada indikasi bagaimana penerimaan ekspor yang bisa hilang karena kebijakan tersebut akan dikompensasi oleh komoditas lain, sehingga secara agregat penerimaan ekspor bisa menurun cukup signifikan, sekitar US$600-US$700 juta berdasarkan data ekspor bauksit tahun-tahun sebelumnya," ujarnya.
Oleh karena itu, Shinta mengatakan justru potensi penurunan devisa terbesar akan terjadi setelah Juni, bukan pada periode April-Juni 2023.
“Jadi kami harap pemerintah punya strategi yang lebih konkret dan low hanging fruit dalam mempertahankan dan meningkatkan devisa, khususnya di semester kedua tahun ini. Kalau tidak ada, kami khawatir penciptaan stabilitas dan penguatan nilai tukar akan lebih sulit dilakukan hingga akhir tahun,” ucap Shinta.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2023 sebesar US$144,2 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2023 sebesar US$145,2 miliar. Penurunan ini pun merupakan yang pertama kali dalam 6 bulan terakhir.
Penurunan posisi cadangan devisa pada April 2023 antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan likuiditas valas sejalan dengan antisipasi dalam rangka Hari Besar Keagamaan Nasional.
Sementara itu, BI optimistis rupiah dalam jangka panjang terus menguat sehingga membantu posisi cadangan devisa yang memadai. Optimisme itu dilandasi antara lain oleh tingkat inflasi yang rendah di seumlah negara dan dalam negeri, pertumbuhan ekonomi yang solid, serta masih surplusnya neraca pembayaran.