Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) melaporkan realisasi penyaluran bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite telah mencapai 9,26 juta kiloliter (kl) atau sekitar 28,44 persen dari alokasi kuota yang ditetapkan sebesar 32,56 juta kl tahun ini.
Kepala BPH Migas Erika Retnowati mengatakan, realisasi penyaluran bensin dengan nilai oktan (RON) 90 itu relatif tumbuh tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Untuk realisasi Pertalite sampai April 2023 di angka 9,26 juta kl dari kuota 32,56 juta kl,” kata Erika saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/5/2023).
Sementara itu, Erika mengatakan, lembaganya bersama dengan pemerintah belum sampai pada keputusan akhir ihwal revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.
Revisi Perpres itu diharapkan dapat mencegah potensi penyaluran BBM bersubsidi berlebih seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat selepas pelandaian pandemi beberapa waktu terakhir.
Usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan tahun lalu. Namun, hingga saat ini, Kementerian ESDM belum kunjung mendapat persetujuan izin prakarsa dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Baca Juga
“Jadi sebetulnya dari BPH Migas kan belum mengeluarkan aturan mengenai pembatasan pembelian volume untuk Pertalite, kami masih menunggu penerbitan revisi Perpresnya dulu untuk aturan konsumen penggunanya,” tuturnya.
Kendati demikian, dia mengonfirmasi adanya pembatasan pembelian Pertalite yang dilakukan badan usaha di sejumlah daerah di Jawa Tengah, seperti Salatiga dan Temanggung awal tahun ini. Dia mengatakan, lembaganya memberi kewenangan untuk badan usaha serta pemangku kepentingan terkait di daerah untuk memastikan ketersediaan pasokan BBM mereka.
“Boleh saja mereka mengatur seperti tadi ada daerah yang hanya boleh beli Rp150.000, daerah lain Rp400.000 [maksimal untuk roda empat per hari], kami tidak larang sepanjang itu lebih ketat jadi tidak boleh longgar dari yang dikeluarkan BPH,” kata dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) khawatir mandeknya pembahasan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 bakal membuat konsumsi BBM subsidi kembali luber tahun ini.
“Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014 akan berpotensi terjadinya overkuota JBT [jenis BBM tertentu] Solar dan JBKP [jenis BBM khusus penugasan] Pertalite,” kata Tutuka saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (14/2/2023).
Menurut Tutuka, pertumbuhan konsumsi dua BBM bersubsidi itu relatif tinggi di kisaran 5 persen hingga 10 persen jika dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.