Bisnis.com, JAKARTA - Kementrian Perdagangan (Kemendag) diminta melakukan intervensi terhadap perusahaan-perusahaan integrator sektor perunggasan yang telah mengganggu ekosistem industri perunggasan Indonesia.
Akibat masuknya ayam ras perusahaan integrator ke pasar tradisional, harga ayam hidup di tingkat kandang masih rendah setahun terakhir hingga sekarang.
Padahal, peternak berharap menjelang perayaan Idulfitri dapat menikmati harga jual ayam hidup yang layak dan di atas ongkos produksi. Sebelumnya, puluhan peternak ayam mandiri kembali berdemonstrasi di Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada Jumat (15/4/2023).
Ketua Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN), Alvino Antonio mengatakan alasan demonstrasi peternak lantaran naiknya harga ayam karkas mencapai Rp37.000 per kilogram di pasar tidak diiringi dengan kenaikan harga ayam hidup (live bird) ditingkat peternak UMKM mandiri yang masih rendah.
Hampir setahun ini peternak masih menderita kerugian, yang ditandai dengan bertahannya harga ayam hidup masih dibawah Harga Pokok Produksi (HPP) yakni Rp17.000-Rp19.000 per kg.
“Posisi harga ayam hidup di kandang saat ini mencapai Rp17.00 – 19.000 per kg. Padahal Harga Acuan Pemerintah (HAP) Peraturan Badan Pangan Nasional [Perbadan No. 5 Th. 2022] Rp21.000 – Rp23.000 per kg. Jadi harga ayam hidup keluar jalur HAP. Hingga sampai saat ini tidak ada perlindungan dari pemerintah secara regulasi,” ucap Alvino kepada Bisnis, Sabtu (15/4/2023).
Baca Juga
Alvino menjelaskan, peternak rakyat sudah 12 tahun ini berdarah-darah mengalami kerugian, tetapi tidak ada perlindungan pasti dari pemerintah.
Meskipun peraturan tingkat menteri sudah ada, tetapi pelaksanaan dan pengawasannya masih tidak berjalan efektif. Misalnya Peraturan Menteri Pertanian No.32/2017 tentang Penyediaan, Peredaran dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.
Dia menuturkan, dalam pasal 16 ditegaskan bahwa pembagian porsi Day old chicken Final Stock (DOC FS) broiler (DOC FS) paling rendah 50 persen dikuasai oleh pelaku usaha peternak mandiri, koperasi dan peternak. Sedangkan 50 persen lainnya dikuasai oleh industri.
Faktanya peternak rakyat, ujar Alvino, mandiri/koperasi memegang peranan 20 persen dari total yang dijanjikan oleh pemerintah sebesar 50 persen.
“Karena itu, kami menuntut kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk mengevaluasi aturan yang dibuat oleh Dirjen PKH Kementan. Juga meminta kepada KPPU untuk melakukan investigasi adanya potensi kartelisasi dan monopoli dibidang perunggasan. Kalau memang tidak ada kartelisasi/monopoli kenapa industri semakin menguntungkan, sedangkan peternak rakyat semakin buntung,” ujar Alvino yang juga seorang peternak Asal Bogor ini.
Meskipun permentan sudah ada, tapi faktanya harga ayam hidup di level peternak masih terombang-ambing sedangkan di level industri masih tenang dan sangat menguntungkan. Artinya ada potensi permainan monopoli bisnis yang sangat kuat oleh industri.
“Padahal kami sama-sama melakukan bisnis yang sama yakni sama-sama ayam ras. Tetapi kenapa kami masih mengalami kerugian yang cukup panjang. Sehingga kami mendesak kepada KPPU dan Ombudsman untuk bersama-sama melakukan investigasi atas kekacuan bisnis yang ada di Industri Perunggasan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Alvino menegaskan bahwa Kementrian Perdagangan harus melakukan intervensi terhadap perusahaan-perusahaan integrator sektor perunggasan yang telah mengganggu ekosistem industri perunggasan Indonesia.
Menurutnya, Kemendag harus membatasi izin dan peredaran produk unggas yang diproduksi perusahaan integrator yang mempengaruhi keberadaan dan peluang usaha peternak mandiri.
“Perusahaan integrator tidak boleh memasarkan ayam hidup (live bird) ke pasar-pasar rakyat. Pasar rakyat harus menjadi wilayah distribusi dari peternak mandiri,” ucapnya.
Pembatasan peredaran ayam hidup ke pasar-pasar rakyat, kata Alvino, harus dilakukan mengingat pelaku usaha terintegrasi memiliki posisi dominan dalam industri peternakan ayam di Indonesia.
Perusahaan integrator memiliki kemampuan dan fasilitas modal yang tidak terbatas yang dapat mempengaruhi struktur pasar, harga, stock dan supply ayam, sehingga dapat menentukan harga jual ayam di pasaran. Hal inilah yang mematikan usaha peternakan yang dirintis peternak mandiri.
“Kementrian Perdagangan harus memastikan bahwa Pelaku usaha integrasi hanya menjual ayam dalam bentuk karkas ke pasar modern, hotel-hotel, restoran dan catering dan juga pasar-pasar dalam segmen khusus seperti private company. Sehingga, harga ayam yang dijual bisa jauh berbeda dan lebih murah dibandingkan dengan pelaku usaha non-integrasi,” ujar Alvino.