Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebutkan bahwa baru dua provinsi di Indonesia yang masuk dalam kategori berpendapatan tinggi atau high income.
Mengacu pada data pendapatan domestik regional bruto (PDRB), masih terjadi ketimpangan antarprovinsi yang perlu menjadi perhatian.
“Sebenarnya kalau kami menghitung daerah-daerah yang sudah mencapai high ekonomi itu ada dua, yaitu Kalimantan Timur dan DKI Jakarta,” jelasnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (5/4/2023).
Dalam paparan Suharso, terlihat PDRB per kapita pada 2022 tertinggi berada di DKI Jakarta, dengan nilai US$20.103, sementara Kalimantan Timur menempati posisi kedua dengan nilai US$16.083.
Mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan tersebut menyampaikan masih terdapat 20 provinsi yang memiliki pendapatan rendah atau lower middle income, termasuk di Pulau Jawa.
“Masih banyak daerah-daerah yang bahkan masih di lower middle income termasuk di Jawa sendiri yaitu Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DIY. Di Pulau Jawa ini yang sudah masuk di upper middle income itu adalah Jawa Timur,” tambahnya.
Baca Juga
Selain Jakarta, Suharso mencatat resource-based provinces seperti penghasil batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi.
Oleh karena itu, penting bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi diprioritaskan di wilayah yang berstatus lower middle income.
Sementara itu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Merauke, dan Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi tiga provinsi terendah PDRB per kapita pada 2022, bahkan perbandingannya dengan DKI Jakarta mencapai tujuh kali lipat.
Berdasarkan klasifikasi Bank Dunia, negara low income memiliki gross national income (GNI) per kapita US$1.035, lower middle income US$1.036–US$4.045, upper middle income US$4.046–US$12.535 dan high income di atas US$12.535.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk dometsik bruto (PDB) atau GNI per kapita Indonesia 2022 mencapai Rp71 juta atau US$4.783
Di sisi lain, provinsi dengan rata-rata pendapatan perkapita tinggi mengalami tren penurunan dana alokasi umum (DAU).
“Jadi memang kalau celah fiskal membaik, memang semestinya DAUnya menurun, tetapi kadang-kadang secara nominal dia tetap tinggi tapi in term of percentage ya cenderung menurun. Kami berharap akan semakin banyak daerah-daerah yang sukses DAUnya apa mendekati 0,” jelasnya.
Melihat kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini di kisaran 5 persen, sulit untuk mengeluarkan Indonesia dari middle income trap sebelum 2045.