Bisnis.com, JAKARTA — China dan Malaysia memulai kembali pembicaraan terkait pembentukan dana moneter Asia atau Asian Monetary Fund sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip dari Bloomberg, Selasa (4/4/2023), Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan dia mengusulkan pembentukan Asian Fund di forum Boao di Hainan pekan lalu, menekankan perlunya mengurangi ketergantungan pada dolar atau Dana Moneter Internasional atau International Monetery Fund (IMF).
"Ketika saya bertemu dengan Presiden Xi Jinping, dia langsung mengatakan, 'Saya mengacu pada proposal Anwar tentang Asian Monetary Fund', dan dia menyambut diskusi," kata Anwar dalam kunjungan kenegaraan ke China pekan lalu untuk mengarahkan hubungan pasca-Covid.
Anwar yang juga merangkap sebagai Menteri Keuangan Malaysia menyampaikan bahwa Bank Sentral Malaysia telah mengambil langkah yang memungkinkan kedua negara bernegosiasi terkait perdagangan menggunakan mata uang masing-masing negara, ringgit dan renminbi (Yuan China), tidak menggunakan dolar AS.
Komentar pemimpin Malaysia itu muncul hanya beberapa bulan setelah mantan pejabat di Singapura membahas apa yang harus dilakukan ekonomi di kawasan itu untuk mengurangi risiko dolar yang masih kuat yang melemahkan mata uang lokal dan menjadi alat ekonomi negara.
Kekuatan dolar memusingkan negara-negara Asia termasuk Malaysia, yang merupakan importir bersih bahan makanan. Indeks dolar Bloomberg mencapai rekor tertinggi pada September 2022, karena reli pada greenback mengirim ringgit dan mata uang Asia Tenggara lainnya ke posisi terendah multi-dekade.
Pengaruh ‘King Dollar’
Anwar mengatakan bahwa dia awalnya memperdebatkan pembentukan Dana Moneter Asia selama tugas pertamanya sebagai menteri keuangan pada 1990-an. Idenya saat itu tidak mendapatkan daya tarik karena dolar AS masih terlihat kuat.
“Tetapi sekarang dengan kekuatan ekonomi di China, Jepang, dan lainnya, saya pikir kita harus membahas ini – setidaknya pertimbangkan Asian Monetary Fund dan, kedua, penggunaan mata uang kami masing-masing,” katanya.
Anwar juga mengungkapkan kepada anggota parlemen rincian investasi senilai RM170 miliar atau setara US$39 miliar, yang telah dilakukan China ke Malaysia. Angka tersebut termasuk investasi awal RM2 miliar tahun ini di Zhejiang Geely Holding Group dan proyek lembah otomotif berteknologi tinggi Proton, yang akan meningkat menjadi RM32 miliar.
Rongsheng Petrochemical Co., salah satu penyuling terbesar di China, juga akan meningkatkan aktivitasnya di Pengerang, Johor, dengan proyek senilai RM80 miliar.