Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah tengah mencari pengganti ZN Asia Ltd, anak usaha BUMN Rusia Zarubezhneft, yang memegang hak partisipasi atau participating interest 50 persen wilayah kerja (WK) Tuna.
Keputusan itu diambil pemerintah menyusul sanksi yang diberikan Uni Eropa dan Pemerintah Inggris atas operator blok, Premier Oil Tuna BV, anak usaha perusahaan migas Inggris Harbour Energy plc. yang bekerja sama dengan perusahaan pelat merah Rusia untuk mengembangkan blok yang berada di lepas pantai Natuna Timur tersebut.
“Memang terdampak, tapi kita sudah punya gambaran solusinya dan sedang kita cari pengisinya, cari pengganti [ZN Asia Ltd],” kata Arifin saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/3/2023).
Arifin mengatakan keberadaan perusahaan Rusia itu belakangan justru menyulitkan pengembangan lapangan yang baru saja disetujui rencana pengembangan atau plan of development (PoD)-nya akhir tahun lalu.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM memperkirakan potensi gas yang dihasilkan Blok Tuna berada di kisaran 100 hingga 150 million standard cubic feet per day (MMscfd). Rencanannya hasil produksi gas dari Lapangan Tuna bakal diekspor ke Vietnam pada 2026 mendatang.
“Dia kalau memang ini menyebabkan [terhambat] karena konflik ini, proyek ga jalan-jalan ya kita kan yang rugi, padahal itu kan potensinya dan pasokannya ke Vietnam, harus segera kita berdayakan,” tuturnya.
Baca Juga
Menurut dia, pemerintah dapat mempercepat pergantian mitra Premier Oil Tuna BV itu lewat divestasi hak partisipasi nantinya. Dia berharap perolehan mitra pengganti perusahaan non-Rusia dapat mempercepat salah satu ladang gas besar yang bersinggungan dengan perbatasan Vietnam tersebut.
Adapun, Investasi pengembangan lapangan hingga tahap operasional ditaksir mencapai US$3,07 miliar atau setara dengan Rp45,4 triliun. Perkiraan biaya investasi untuk pengembangan Lapangan Tuna terdiri atas investasi (di luar sunk cost) sebesar US$1,05 miliar, investasi terkait biaya operasi sampai dengan economic limit sebesar US$2,02 miliar. dan biaya abandonment and site restoration (ASR) sebesar US$147,59 juta.
Untuk mendorong keekonomian, pemerintah memberikan beberapa insentif dengan asumsi masa produksi sampai 2035 mendatang. Pemerintah mengambil bagian gross revenue sebesar US$1,24 miliar atau setara dengan Rp18,4 triliun. Adapun, kontraktor gross revenue sebesar US$773 juta atau setara dengan Rp11,4 triliun dengan biaya cost recovery mencapai US$3,315 miliar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Harbour Energy mengatakan adanya keterbatasan operator Blok Tuna untuk mengerjakan rencana pengembangan lantaran sanksi yang ditetapkan Uni Eropa dan pemerintah Inggris tersebut. Sanksi itu menjadi tindaklanjut dari sikap Uni Eropa dan pemerintah Inggris atas invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.
“Rencana pengembangan itu terdampak sanksi Uni Eropa dan pemerintah Inggris yang membatasi kemampuan kami sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu bagi mitra Rusia kami di lapangan Tuna,” tulis Harbour Energy dalam laporan tahunan mereka dikutip Minggu (12/3/2023).
Lewat laporan tahunan yang berakhir 31 Desember 2022, Harbour Energy menegaskan bakal berkoordinasi dengan Zarubezhneft untuk memastikan rencana pengembangan lapangan bisa direalisasikan tahun ini sesuai dengan lini masa yang disepakati bersama dengan SKK Migas.
“Kami akan bekerja sama dengan mitra kami untuk sampai pada jalan keluar tertentu, memastikan pengembangan proyek ini berjalan tahun ini,” tulis Harbour Energy.