Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim bahwa jumlah distribusi rokok yang beredar di Indonesia sudah mengalami penurunan, seiring dengan kenaikan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT).
Analis pada Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febri Pangestu menjelaskan bahwa pada 2015, jumlah distribusi rokok yang beredar ada sebanyak 348 miliar batang. Kemudian, angka tersebut mengalami penurunan pada tahun 2022 yaitu sekitar 323,9 miliar batang rokok.
Dia juga mengklaim bahwa penurunan jumlah distribusi rokok itu terjadi karena Kemenkeu menaikkan harga cukai rokok dan tembakau dalam beberapa tahun terakhir. Namun sayangnya, penurunan distribusi rokok itu diakuinya masih belum maksimal.
“Nah ini masih menjadi PR untuk kami dalam mengendalikan konsumsi rokok yang ada di Indonesia,” tuturnya, Kamis (30/3/2023).
Menurut Febri, kenaikan tarif cukai dan harga tembakau merupakan hal yang efektif untuk mengurangi jumlah konsumsi rokok di Indonesia.
Namun, hal tersebut masih belum memberikan dampak maksimal terhadap masyarakat yang tetap membeli rokok.
Baca Juga
“Seharusnya kenaikan tarif cukai dan harga tembakau ini adalah tools yang efektif untuk mengurangi peredaran rokok, tetapi ternyata masih belum maksimal,” katanya.
Dia menduga penyebab masih banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi rokok, yaitu karena ada sejumlah warung kecil yang menjual rokok secara eceran dan masyarakat menganggap harganya menjadi lebih murah jika beli rokok satuan.
“Ini jelas memberikan ilusi kepada masyarakat bahwa harga rokok jadi lebih murah. Kalau di luar negeri sana, satu bungkus rokok itu isinya 20 batang. Sementara di Indonesia, ada yang isinya di bawah 20 batang sehingga harganya relatif lebih murah,” ujarnya.
Menurut Febri, Kemenkeu sudah menggandeng Kementerian Kesehatan dan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan untuk membuat larangan menjual rokok secara eceran.
“Sayangnya masih ada yang membeli rokok ketengan di warung-warung,” tuturnya.