Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) tengah menghitung potensi biaya serta jumlah masyarakat terdampak dari rencana pembangunan kawasan penyangga atau buffer zone Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang, Jakarta Utara tahun ini.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pembangunan kawasan penyangga itu menjadi krusial untuk tetap menjaga keberlangsungan operasi Depo sembari memastikan keselamatan masyarakat setempat.
“Karena operasi ini akan terus berjalan di Plumpang karena demikian strategisnya, yang paling urgen hari ini adalah membangun buffer zone,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
Nicke mengatakan perseroannya masih mengkaji ulang sejumlah aspek berkaitan dengan rencana pembangunan kawasan penyangga itu. Salah satu aspek yang turut menjadi sorotan berkaitan dengan radius atau jarak maksimal pembangunan kawasan penyangga tersebut.
Adapun saat insiden kebakaran TBBM Plumpang pertama 2009 lalu, jarak maksimal pembangunan buffer zone sempat dipatok sepanjang 100 meter. Kendati demikian, usulan itu tidak kunjung terealisasi hingga saat ini.
Belakangan, Nicke menuturkan, perseroannya berencana untuk memperpendek jarak buffer zone itu menjadi 50 meter dari tembok depo.
Baca Juga
Lewat asumsi jarak itu, PT Sucofindo memperkirakan terdapat 1.225 bangunan yang bakal terdampak dari rencana pembangunan buffer zone mendatang. Simulasi itu, kata dia, turut menjadi perhatian dari Pertamina sebelum dapat merealisasikan kawasan aman tersebut.
“Ini high risk memang dan ini begitu dekatnya dengan warga, jadi buffer zone ini menjadi suatu hal yang harus dilakukan segera untuk keamanan dari masyarakat dan operasional depo tidak ada kendala,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, lahan Plumpang dibeli Pertamina dari PT Mastraco lewat Akta Perubahan Nomor 36/1971 tertanggal 8 April 1971. Saat itu luas lahan yang dibeli mencapai mencapai 1.534.510 meter persegi dengan nilai Rp514,06 juta.
Belakangan SK Pemberian Hak dari Menteri Dalam Negeri Nomor SK 190/HGB/DA/76 tertanggal 5 Juni 1976 terbit yang mengamanatkan lahan itu digunakan sebagai keperluan pembangunan instalasi minyak.
“Kalau dilihat masyarakat mulai mendekat di akhir tahun 1980-an dan hari ini bisa terlihat begitu padat sampai rumah-rumah masyarakat menempel di dinding pembatas di terminal Plumpang,” kata Nicke saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Saat ini luas lahan yang dikuasai Pertamina sebagai wilayah operasi Depo atau operasional hanya di kisaran 71,9 hektare (Ha). Sementara, penghuni tanpa hak (PTH) belakangan menguasai lahan yang sebelumnya dibebaskan Pertamina mencapai 81,6 Ha.
Adapun, hasil inventaris PT Surveyor Indonesia 2017 lalu memperlihatkan lahan yang dikuasai PTH itu sudah dihuni oleh 34.707 orang dengan 9.234 Kepala Keluarga (KK).
Di sisi lain, total kapasitas tangki penyimpanan BBM di Depo Plumpang sebesar 324.535 kiloliter (KL), dengan suplai utama dari Terminal BBM Balongan melalui pipa penyalur sepanjang 210 kilometer. Kapasitas tangki itu mengambil bagian sekitar 15 persen dari kebutuhan BBM nasional saat ini.