Bisnis.com, JAKARTA — Kurang dari 2 pekan terakhir, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan besar. Pertama, subsidi untuk motor listrik. Kedua, penyesuaian upah buruh untuk perusahaan berorientasi ekspor.
Program subsidi motor listrik ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Kemenkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan pada 6 Maret 2023 dan akan diterapkan mulai 20 Maret 2023.
Dikucurkan dengan besaran senilai Rp7 juta untuk 200.000 unit pada 2023, subsidi itu disebut-sebut merupakan cara pemerintah mendorong adopsi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) di Indonesia.
Untuk menjalankan program tersebut, pemerintah disebut memerlukan anggaran mencapai Rp1,75 triliun, yang menurut Luhut, akan diberikan kepada produsen.
Dua hari setelah Luhut mengumumkan perihal subsidi motor listrik, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengeluarkan Permenaker No. 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Perusahaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor.
Bertolak belakang dengan kebijakan subsidi motor listrik di mana pemerintah diperkirakan mengguyur triliunan rupiah kepada produsen, Permenaker No. 5/2023 justru memfasilitasi pengusaha memangkas upah buruh yang bekerja di sejumlah subsektor industri.
Terdapat lima subsektor industri padat karya berorientasi ekspor yang diatur dalam Permenaker No. 5/2023. Antara lain, industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.
Mengacu kepada beleid tersebut, perusahaan padat karya berorientasi ekspor dapat melakukan penyesuaian besaran upah buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima.
Pekerja yang menggantungkan kehidupan di subsektor-subsektor tersebut pun jumlahnya tidak sedikit. Di industri tekstil saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada lebih dari 500.000 pekerja yang menggantungkan nasib.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar memandang pemerintah seharusnya memiliki orientasi prioritas dalam mengeluarkan kebijakan terkait dengan anggaran negara.
“Alih-alih mengeluarkan anggaran untuk menyubisidi motor listrik, seharusnya pemerintah memberikan insentif bagi perusahaan di sektor padat karya berorientasi ekspor,” kata Timboel kepada Bisnis.com, Kamis (16/3/2023).
Beberapa insentif seperti penurunan nilai pajak badan, pajak ekspor, pajak penghasilan, dan bantuan lainnya yang bisa mendukung operasional perusahaan seperti restrukturisasi utang dinilai bisa mengurangi beban biaya perusahaan terdampak krisis ekonomi global.
Terlebih, insentif-insentif dan bantuan tersebut di atas bisa menjaga daya beli pekerja sehingga mendukung konsumsi agregat yang memiliki kontribusi sebesar 62 persen dari pertumbuhan ekonomi nasional.
“Bukan malah menurunkan upah pekerja yang akan mempersulit pekerja mencapai penghidupan yang layak,” jelasnya.
Selain akan menimbulkan permasalahan bagi kehidupan pekerja, Permenaker No. 5/2023 melanggar ketentuan di dalam Pasal 88E ayat 2 UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang melarang pengusaha membayar upah lebih rendah dari upah minimum.