Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah mencari jalan keluar atas dampak sanksi Uni Eropa dan pemerintah Inggris ke Rusia terhadap rencana pengembangan Wilayah Kerja (WK) Tuna tahun ini.
Lewat pertemuan dengan pimpinan SKK Migas awal tahun ini, Harbour Energy menyampaikan adanya pembatasan dari Uni Eropa serta pemerintah Inggris untuk mengembangkan portofolio lapangan minyak dan gas (migas) bersama mitra Rusia. Sanksi itu juga menyasar pada aset Harbour Energy di Indonesia, Blok Tuna.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, sanksi itu bakal mengoreksi rencana pengembangan agresif Blok Tuna tahun ini. Padahal, lapangan kaya gas itu baru saja mendapat persetujuan plan of development (PoD) dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasfrif pada Desember 2022 lalu.
“Tentu saja [rencana pengembangan] jadi tertunda. Sedang dicari upaya tindak lanjutnya,” kata Dwi kepada Bisnis, Sabtu (12/3/2023).
Adapun, Blok Tuna yang berada di lepas pantai Natuna Timur atau bersinggungan dengan perbatasan Vietnam itu dikelola oleh perusahaan minyak dan gas (migas) asal Inggris, Premier Oil Tuna BV, anak usaha Harbour Energy plc, dengan hak partisipasi 50 persen. Premier Oil bermitra dengan perusahaan migas pelat merah asal Rusia, Zarubezhneft lewat anak perusahaannya, ZN Asia Ltd yang memegang hak partisipasi 50 persen.
Kendati demikian, SKK Migas memastikan lembaganya sudah berkoordinasi intensif dengan Harbour Energy untuk memitigasi dampak lanjutan dari kebijakan Uni Eropa dan pemerintah Inggris tersebut untuk pengembangan Lapangan Tuna mendatang.
Baca Juga
Hanya saja, SKK Migas belum dapat memerinci sejumlah opsi yang disepakati bersama dengan Harbour Energy untuk melanjutkan rencana pengembangan Blok Tuna tahun ini.
“SKK sudah bertemu dengan KKKS tersebut untuk berdiskusi terkait opsi-opsi yang mungkin dilakukan sebagai solusi sehingga pengembangan Lapangan Tuna tidak terdampak banyak dengan adanya sanksi tersebut,” kata Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo saat dikonfirmasi, Sabtu (12/3/2023).
Lewat laporan tahunan yang berakhir 31 Desember 2022, Harbour Energy menyatakan adanya keterbatasan operator Blok Tuna untuk mengerjakan rencana pengembangan lantaran sanksi yang ditetapkan Uni Eropa dan pemerintah Inggris tersebut. Sanksi itu menjadi tindaklanjut dari sikap Uni Eropa dan pemerintah Inggris atas invasi Rusia ke Ukraina sejak awal tahun lalu.
“Rencana pengembangan itu terdampak sanksi Uni Eropa dan pemerintah Inggris yang membatasi kemampuan kami sebagai operator untuk menyediakan layanan tertentu bagi mitra Rusia kami di lapangan Tuna,” tulis Harbour Energy dalam laporan tahunan mereka dikutip Minggu (12/3/2023).
Harbour Energy menegaskan bakal berkoordinasi dengan Zarubezhneft untuk memastikan rencana pengembangan lapangan bisa direalisasikan tahun ini sesuai dengan lini masa yang disepakati bersama dengan SKK Migas.
“Kami akan bekerja sama dengan mitra kami untuk sampai pada jalan keluar tertentu, memastikan pengembangan proyek ini berjalan tahun ini,” tulis Harbour Energy.
Sementara itu, Ketua Komite Investasi Aspermigas Moshe Rizal menilai pemerintah bersama SKK Migas mesti segera merumuskan jalan keluar dari kebuntuan komitmen kerja sama tersebut agar pengembangan Lapangan Tuna tidak tertunda.
“Bisa jadi itu kan masalah pendanaan, ada jual beli migasnya ke Eropa, dan teknologi itu bisa saja menghambat,” kata Moshe saat dihubungi, Minggu (12/3/2023).