Bisnis.com, JAKARTA — PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP), bagian dari Harita Group milik crazy rich Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, bersiap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam waktu dekat dengan nilai emisi jumbo.
Berdasarkan sumber Financial Times, dikutip Kamis (9/3/2023), Harita Nickel dikabarkan tengah menggelar roadshow pekan ini untuk initial public offering (IPO) dengan target dana hingga US$600 juta atau setara Rp9,26 triliun.
Rencana penawaran umum perdana saham itu bertujuan untuk kebutuhan pendanaan proyek smelter high pressure acid leaching (HPAL) kedua perseroan di Kawasan Industri Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Hal ini diungkapkan oleh President Director PT TBP Roy Arman Arfandy dalam diskusi Energy & Mining Editor Society, Jakarta, Rabu (8/3/2023).
“Saat ini, pabrik HPAL kedua sedang tahap konstruksi makanya kami melakukan IPO karena butuh dana untuk menyelesaikan proyek ini sesuai jadwal,” kata Roy.
Adapun, PT TBP merupakan perusahaan tambang nikel yang beroperasi penuh di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara sejak 2010.
Sahamnya dimiliki oleh PT Harita Jayaraya (99 persen) dan PT Citra Duta Jaya Makmur (1 persen). Perseroan merupakan bagian dari Harita Group milik Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, orang terkaya tertua di Indonesia.
Baca Juga
Mengutip laman resminya, PT TBP mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) untuk jangka waktu 8 Februari 2010-Februari 2030. Luas wilayah IUP TBP dan afiliasinya, Gane Permai Sentosa, mencapai 5.523 hektare (ha).
Per 2021, produksi bijih nikel TBP mencapai 682.631 wet metrik ton (wmt) bijih nikel saprolit (kadar tinggi) dan limonit (kadar rendah) 617.298 wmt.
Sementara itu, produksi dari Gane Permai Sentosa adalah sebesar 322.303,5 wmt saprolit dan 153.693,11 wmt.
Selain penambangan, perseroan juga bergerak di bidang pengolahan dan pemurnian bijih nikel. PT TBP melalui PT Megah Surya Pertiwi (MSP) telah mengoperasikan smelter teknologi rotary kiln electric furnace (RKEF) sejak 2016. Smelter pengolahan bijih nikel kadar tinggi atau saprolit ini memiliki kapasitas produksi 240.000 ton feronikel (FeNi) per tahun dari empat jalur produksi.
Melalui proses dan teknologi yang sama, TBP juga akan mengoperasikan smelter lanjutan untuk mengolah bijih nikel saprolit melalui PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF). Smelter ini memiliki delapan jalur produksi dengan kapasitas 780.000 ton per tahun.
Smelter MSP dan HJF menghasilkan produk akhir feronikel yang banyak dimanfaatkan dalam industri stainless steel, baterai, perangkat elektronik, dan industri antariksa.
Selain itu, TBP juga mengoperasikan smelter HPAL melalui PT Halmahera Persada Lygend dengan kepemilikan saham sebesar 45,1 persen.
Fasilitas yang beroperasi pada 2021 ini menjadi smelter HPAL pertama di Indonesia yang akan menghasilkan mixed hydroxide precipitate atau campuran nikel kobalt hidroksida yang diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat. Produk ini menjadi bahan baku baterai mobil listrik.
Nikel sulfat (NiSO4) bermanfaat sebagai komponen katoda baterai litium atau baterai kendaraan listrik, sedangkan kobalt sulfat (CoSO4) sebagai material katoda baterai lithium. Smelter HPAL tersebut memiliki kapasitas produksi MHP sebesar 365.000 ton per tahun.