Bisnis.com, PANGKALPINANG - PT Timah Tbk. (TINS), anggota holding tambang Mining Industry Indonesia (MIND ID), akan meningkatkan kapasitas produksi pengolahan bijih timahnya secara bertahap seiring beroperasinya proyek teknologi peleburan Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace.
Proyek senilai Rp1,2 triliun ini mampu mengolah bijih timah kadar rendah mulai dari 40-70 persen Sn dengan kapasitas produksi mencapai 40.000 ton crude tin per tahun. Saat ini, teknologi terbaru TINS tersebut belum beroperasi dengan kapasitas penuh.
Direktur Operasi dan Produksi Timah Purwoko mengatakan, untuk tahun pertama, kapasitas produksi TSL Ausmelt Furnace baru akan digunakan sekitar 55 persen dan ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai 40.000 ton pada tahun ketiga.
"Kami baru capai puncak kapasitas terpasang 40.000 itu dalam 3 tahun. Tahun pertama 55 persen, tahun kedua 65 persen, tahun ketiga 40.000. Ada lima smelter [di dunia] yang gunakan ausmelt rata-rata butuh waktu 3 tahun untuk capai peak kapasitas produksi," ujar Purwoko kepada awak media, dikutip Selasa (28/2/2022).
Beroperasinya proyek ausmelt di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Bangka Barat juga mendorong TINS meningkatkan produksi bijih timahnya untuk memenuhi kebutuhan kapasitas yang tersedia.
Adapun, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) 2023, TINS menargetkan produksi bijih timah mencapai kisaran 26.000 ton atau meningkat 33-35 persen dibandingkan realisasi pada 2022 yang mencapai kisaran 20.000 ton.
Baca Juga
"Kalau melihat RJPP [Rencana Jangka Panjang Perusahaan] ya kira-kira sampai 3 tahun ke depan [produksi bijih timah] capai 40.000," tutur Purwoko.
Teknologi ausmelt furnace merupakan babak baru transformasi teknologi dalam pengolahan timah. Penggunaan teknologi ausmelt disebut dapat menekan biaya produksi 25 persen lebih murah dibandingkan menggunakan tanur reverberatory furnace yang mencapai US$1.000-US$1.500 per tin Sn.
Sistem kerja TSL Ausmelt Furnace dilaksanakan dengan proses otomasi dengan sistem kontrol sehingga bisa mengurangi dampak risiko kecelakaan kerja dan juga efektivitas kerja dengan teknologi pengolahan timah yang lebih modern.