Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Alarm Bahaya di Balik Surplus Neraca Pembayaran Indonesia 2022

Ekonom CSIS mengingatkan alarm atau tanda bahaya di balik Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang 2022. Ada apa?
Sejumlah kapal tongkang yang mengangkut batubara berada di Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Sejumlah kapal tongkang yang mengangkut batubara berada di Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan pada 2022 kembali membukukan surplus US$4 miliar, setelah pada 2021 membukukan surplus sebesar US$13,5 miliar. 

Lebih lanjut, surplus transaksi berjalan sepanjang tahun 2022 mencapai US$13,2 miliar atau 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Capaian itu naik drastis dibandingkan dengan 2021 (year-on-year/yoy) sebesar US$3,5 miliar atau hanya 0,3 persen dari PDB. 

Secara angka, kondisi tersebut terlihat sebagai sebuah hal yang positif seiring kenaikan NPI dan surplus transaksi berjalan yang signifikan.

Namun, Direktur Eksekutif Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengingatkan bahwa surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di luar kenormalan.

Menurutnya, kebanyakan surplus berasal dari perdagangan barang yang disebabkan windfall profit dari kenaikan harga komoditas primer akibat perang Rusia vs Ukraina yang menciptakan hambatan supply chain pada tingkatan global.

“Kenaikan harga tidak akan bertahan lama. Ini bukan seperti windfall profit atau commodity boom pada tahun 2000-an awal hingga 2012, di mana terjadi lonjakan permintaan yang besar sekali akibat dari perekonomian China yang tumbuh secara cepat,” kata dia dalam CSIS Media Briefing seperti dikutip dari Antara, Selasa (21/2/2023).

Dia melanjutnya windfall profit disebabkan disrupsi yang terjadi karena kondisi Perang Rusia vs Ukraina.

Jika semakin lama pengaruh disrupsi kian kecil dan sudah ditemukan alternatif untuk melancarkan perdagangan barang, ungkap Yose, maka harga-harga takkan tinggi lagi yang membuat Indonesia tak bisa menikmati berbagai surplus akibat disrupsi.

Dia juga menerangkan dua bagian besar dalam neraca pembayaran, yakni neraca berjalan dan neraca finansial. Seandainya neraca berjalan negatif, diusahakan neraca finansial positif, begitu pun sebaliknya.

“Sekarang ini, permasalahannya neraca finansial kita tidak positif, masih negatif. Jadi kalau neraca berjalannya sudah mulai turun positifnya, surplusnya turun, yang di bawah [neraca finansial] masih negatif juga. Nah, itu tentunya tekanan terhadap perekonomian akan menjadi sangat besar,” ungkap Yose.

Dia mengungkapkan kondisi ekonomi eksternal Indonesia dalam hal neraca berjalan selalu negatif, tetapi ditutup oleh neraca finansial yang positif. Saat ini, lanjutnya, neraca berjalan positif lebih disebabkan adanya windfall profit.

Artinya, jika nanti kondisi kembali lagi ke kondisi yang lama di mana neraca berjalan akan negatif, situasi bisa memburuk karena neraca finansial yang negatif.

Menurutnya, peran Bank Indonesia sangat diperlukan guna mengatasi persoalan tersebut dan untuk menghindari capital outflow.

"Meningkatkan investasi langsung juga menjadi kunci,” ucapnya.

Dia memaparkan investasi langsung yang masuk Indonesia disebut hanya sebesar 25 persen dan pergi ke industri logam dasar. Dalam artian, investasi langsung terlalu terkonsentrasi di satu industri.

Jika hal tersebut hilang atau investasinya tak lagi masuk Indonesia, maka kondisinya akan jauh lebih berbahaya. Pasalnya, sektor-sektor padat karya tak dapatkan investasi yang cukup besar. 

"Reform-nya mungkin ke arah sana, bagaimana mendiversifikasi investasi yang ada dengan tentunya memperbaiki iklim investasi yang ada,” ujarnya.

Bank Indonesia (BI) melaporkan surplus transaksi berjalan sepanjang tahun 2022 mencapai US$13,2 miliar atau 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Erwin Haryono mengatakan capaian itu naik dibandingkan dengan 2021 yang mencapai US$3,5 miliar atau hanya 0,3 persen dari PDB. 

“Kinerja tersebut terutama didukung oleh peningkatan ekspor sejalan dengan harga komoditas global yang masih tinggi dan permintaan atas komoditas Indonesia yang tetap baik, di tengah impor yang juga meningkat seiring perbaikan ekonomi domestik,” ujarnya Senin (20/2/2023).

Sementara itu, lanjutnya, transaksi modal dan finansial pada 2022 mencatatkan US$8,9 miliar seiring dengan tingginya ketidakpastian pasar keuagan global. 

Erwin menyampaikan bahwa dengan perkembangan tersebut, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan tahun lalu kembali membukukan surplus US$4 miliar, setelah pada 2021 membukukan surplus sebesar US$13,5 miliar. 

Adapun, posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2022 tetap kuat yakni sebesar US$137,2 miliar atau setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional.

Secara kuartalan, bank sentral juga melaporkan surplus transaksi berjalan sebesar US$4,3 miliar (1,3 persen dari PDB) pada kuartal IV/2022. Nilai ini turun tipis bandingkan capaian surplus pada kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq) sebesar US$4,5 miliar (1,3 persen dari PDB). 

Erwin mengatakan kinerja transaksi berjalan tersebut bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang terjaga, didukung oleh harga komoditas ekspor yang tetap tinggi. 

NPI pada kuartal IV/2022 mencatat surplus US$4,7 miliar, meningkat dibandingkan dengan kinerja kuartal sebelumnya yang tercatat defisit US$1,3 miliar. 

Selain itu, Kinerja NPI kuartal IV/2022 tersebut ditopang oleh surplus transaksi berjalan yang tinggi dan perbaikan defisit transaksi modal dan finansial.

“BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat memengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal,” kata Erwin. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper