Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Era Suku Bunga Tinggi, Investasi Real Estat di Asia Pasifik Lesu

Investasi real estat di Asia Pasifik secara tahunan menurun 27 persen menjadi US$129 miliar atau Rp1.953 triliun pada 2022.
Ilustrasi investasi properti dan real estat/Freepik
Ilustrasi investasi properti dan real estat/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Investasi real estat di Asia Pasifik secara tahunan menurun 27 persen menjadi US$129 miliar atau Rp1.953 triliun pada 2022, turun dari US$177 miliar pada tahun sebelumnya. 

Berdasarkan data dan analisis dari konsultan real estat global JLL, penurunan secara tahunan tersebut terjadi di era suku bunga yang mengetat dan ketidakpastian ekonomi global. 

CEO Capital Markets JLL Asia Pasifik Stuart Crow mengatakan, perlu adanya perancangan ulang strategi penanaman modal jangka pendek, tetapi tetap berkomitmen pada prospek jangka panjang di pasar real estat Asia Pasifik.

"Penentuan harga akan terus menjadi prioritas bagi investor di tahun 2023 dan akan memengaruhi strategi penanaman modal di paruh pertama tahun ini seiring semakin ketatnya perbedaan harga penjualan dan pembelian [bid-ask]," kata Stuart, dikutip Jumat (17/2/2023). 

Data JLL juga menunjukkan bahwa aktivitas investasi pada kuartal IV/2022 mengalami penurunan hingga 40 persen di seluruh Asia Pasifik. Namun, ada kenaikan 12 persen yang dipicu pergerakan modal sebesar US$30,7 miliar secara kuartalan. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa perlambatan akan mereda pada 2023. 

Stuart menerangkan, ada sejumlah faktor yang menjadi pertanda baik untuk aktivitas investasi pada semester II/2023, yaitu termasuk pembukaan kembali China, pemulihan di Jepang, dan keyakinan bahwa Asia Pasifik akan menjadi kawasan yang paling tidak terdampak oleh perlambatan ekonomi global.

Secara terperinci, Singapura muncul sebagai pasar dengan kinerja terbaik di kawasan Asia Pasifik pada 2022 dengan kenaikan total nilai investasi real estat komersial sebesar 53 persen secara tahunan. 

Singapura berhasil menarik investasi langsung senilai US$14,2 miliar yang didukung oleh kuatnya aktivitas pasar pada semester pertama dan transaksi portofolio ritel yang cukup besar pada Desember. 

Sementara itu, daya tarik Hong Kong meningkat pascamelonggarnya pembatasan Covid-19. Meskipun dengan nilai investasi setahun penuh sebesar US$7,7 miliar, total nilai investasi pada tahun lalu menurun dari tahun ke tahun sebesar 24 persen.

Lalu, Korea Selatan yang menjadi pasar investasi paling aktif pada 2022 dengan transaksi mencapai US$26,2 miliar, meskipun telah mengalami penurunan 11 persen secara tahunan. 

Bergeser ke China, investasi real estat didorong oleh peningkatan aktivitas di kuartal keempat, menarik investasi sebesar US$24,8 miliar, turun 37 persen secara tahunan. 

Kelanjutan rebound di kuartal keempat meningkatkan volume investasi di Jepang menjadi US$24,7 miliar, turun 40 persen dibandingkan 2021. 

Sementara itu, Australia bergulat dengan ketidaksinambungan antara ekspektasi pembeli dan penjual, mencatatkan penurunan investasi sebesar 38 persen secara tahunan menjadi US$20,9 miliar.

Di samping itu, Head of Investor Intelligence JLL Asia Pasifik Pamela Ambler mengatakan, ada sinyal pemulihan di kuartal keempat, menunjukkan optimisme di tengah pasar investasi yang menantang pada 2022 dan mengakhiri penurunan sepanjang tahun. 

Lebih lanjut, dia memaparkan bahwa sektor perhotelan merupakan kelas aset dengan kinerja terbaik di Asia Pasifik pada 2022 dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini didukung oleh dimulainya kembali perjalanan bisnis dan pariwisata, modal yang mengalir ke sektor ini mencapai US$10,1 miliar, atau naik 7 persen secara tahunan.

Selanjutnya, sektor perkantoran tetap menjadi kelas aset yang paling banyak diperdagangkan di kawasan ini, menarik investasi sebesar US$60,5 miliar, meskipun turun 18,7 persen secara tahunan seiring kian selektifnya investor dalam memilih aset primer dan sekunder. 

Transaksi logistik dan industri turun 46 persen secara tahunan dengan arus modal sebesar US$25,9 miliar. Volume investasi real estat ritel di kawasan ini mencapai US$23 miliar pada 2022, atau turun sebesar 39 persen secara tahunan.

"Kami mengharapkan titik terang pada fundamental yang kuat di sejumlah pasar perkantoran, ritel bernilai tambah, dan pembelian berulang dan berkesempatan di pasar yang lebih mapan di kawasan ini untuk membantu mendorong aliran transaksi pada 2023,” tandasnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper