Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Anggaran Subsidi Energi dan Kompensasi Capai Rp339,6 T, Cukup Untuk 2023?

Anggaran subsidi energi dan kompensasi dari APBN 2023 lebih rendah dibandingkan dengan realisasi 2022.
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya
Pengendara mengisi bahan bakar di SPBU, di Jakarta, Senin (9/4/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah telah mengalokasikan subsidi energi dan kompensasi pada program ketahanan energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp339,6 triliun, lebih rendah dari realisasi 2022. 

Melalui pertimbangan kurs Rp14.800 per dolar AS dan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) 90 serta volume subsidi maksimal 29 juta kilo liter untuk BBM jenis Pertalite, APBN 2023 masih mampu menahan gejolak yang ada. 

“Untuk 2023 alokasi subsidi energi dan kompensasi Rp339,6 triliun, jadi mungkin dikisaran itu masih cukup memadai untuk menahan gejolak dari nilai tukar, ICP, dan volume, jadi masih memadai menurut kami,” ujar Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Wahyu Utomo dalam Diskusi Publik Indef: Urgensi Reformasi Subsidi Energi secara daring, Selasa (14/2/2023). 

Di sisi lain, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan dalam tahun konsolidasi fiskal saat ini, APBN 2023 akan berada dalam posisi aman dengan defisit tetap di bawah 3 persen dengan beberapa kondisi. 

Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov memproyeksikan, bila realita yang terjadi ketika harga BBM kembali jebol dengan angka 10 persen, APBN masih dalam kondisi aman. 

Sementara bila lonjakan volume terjadi hingga 12,5 persen, baik untuk BBM dan LPG, potensi defisit yang terjadi menyentuh batas atas, yakni 3 persen terhadap APBN. 

Adapun, bila lonjakan volume BBM subsidi terulang kembali seperti yang terjadi pada 2022, di mana Solar naik 12,88 pesen dan Pertalite mencapai 27,80 persen, defisit akan ikut terkerek tinggi.

“Ini berisiko menambah subsidi dan kompensasi sebesar Rp51,9 triliun sehingga defisit kita berisiko melampaui limit 3,09 pesen terhadap PDB.  Simulasi ini semata-mata menjadi alarm bersama ketika meskipun ICP dan kurs masih sesuai APBN, tetapi terjadi lonjakan kuota, belum tentu APBN memadai untuk meredam,” paparnya. 

Simulasi kedua, seperti yang Wisnu sampaikan, akan ada risiko ICP dan kurs melampaui dari APBN, maka digunakan skenario ICP 100 dan kurs Rp15.000 per dolar AS. 

“Dengan perubahan dua parameter ini berpotensi menambah tambahan subsidi dan kompensasi BBM dan LPG sebeser Rp62,1 triliun dan defisit berpotensi mencapai 3,13 persen terhadap PDB,” paparnya. 

Oleh karena itu, Abra melihat hanya dua kebijakan yang mungkin dilakukan, yaitu penyesuaian harga, atau penurunan kuota.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper