Bisnis.com, JAKARTA — PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) menegaskan konsorsium LG Energy Solution (LG) tetap berkomitmen untuk bergabung pada usaha patungan pabrikan baterai listrik dalam negeri.
Hanya saja, terjadi perubahan komposisi dari tubuh konsorsium produsen baterai setrum terbesar nomor tiga dunia tersebut.
Direktur Utama PT IBC Toto Nugroho mengatakan konsorsium itu belakangan kembali menyatakan kesanggupan untuk produksi baterai listrik perdana dari olahan bijih nikel domestik pada 2025 mendatang.
Komitmen itu disampaikan Toto di tengah kabar mundurnya LG dari konsorsium baterai setrum bikinan IBC yang terungkap pada akhir Januari 2023 lalu.
Saat itu, LG disebutkan tidak tertarik ikut berinvestasi pada sisi penghiliran prekursor, katoda, sel baterai hingga daur ulang dalam Proyek TItan yang menjadi bagian usaha patungan bersama IBC. LG meminta rekanan mereka di dalam konsorsium, Huayou Holding untuk melanjutkan investasi hingga tahap smelter nikel.
“Kami update di tanggal 7 Februari 2023 mereka sudah datang lagi untuk memberikan komitmen mengenai konsorsium member-nya,” kata Toto saat rapat panitia kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Baca Juga
Pada awal Februari itu, pihak LG melakukan pertemuan khusus dengan Wakil Menteri I BUMN Pahala Nugraha Mansury. Negosiasi itu berkaitan dengan komitmen serta tawar-menawar LG untuk berinvestasi di sisi hilir usaha patungan bersama IBC.
Belakangan, berdasarkan laporan yang disampaikan IBC, komposisi dari pihak konsorsium LG bakal berubah lewat negosiasi bersama berdasarkan hasil pertemuan dengan Wamen BUMN Pahala. Sejauh ini, IBC bersama dengan konsorsium LG tengah menyelesaikan studi kelayakan untuk rantai pasok tambang, pengolahan serta pemurnian nikel.
“Ditargetkan mereka akan produksi di 2025 atau 2026 untuk yang end to end,” kata dia.
Adapun konsorsium itu telah berkomitmen untuk mengalokasikan investasi sebesar US$ US$8 miliar atau setara dengan Rp122,79 triliun, asumsi kurs Rp15.349.
Adapun pengembangan industri baterai kendaraan listrik IBC bersama dengan konsorsium CBL dan LG ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun ini. Antam baru saja melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.
Adapun dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik.
Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024.