Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri I BUMN Pahala Nugraha Mansury mengatakan kementeriannya masih bernegosiasi intens dengan konsorsium LG Energy Solution (LG) terkait kerja sama usaha patungan pabrikan baterai listrik Indonesia Battery Corporation (IBC).
Pahala menegaskan kementeriannya terus berupaya meminta komitmen LG untuk ikut berinvestasi serta berbagai teknologi di sisi pabrikan sel dan daur ulang baterai lewat skema usaha patungan tersebut.
“Dapat kita tempatkan kepada mereka harus ada komitmen mengenai pengembangan battery cell dan battery pack,” kata Pahala saat ditemui selepas rapat kerja (Raker) dengan Komisi VI di DPR, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Menurut Pahala, negosiasi itu berkaitan dengan pembagian porsi kerja serta investasi dari masing-masing perusahaan yang tergabung dalam usaha patungan IBC tersebut.
Ihwal negosiasi porsi kerja serta investasi itu, kata dia, berasal dari asumsi setiap rekanan usaha dalam usaha patungan itu memiliki portofolio serta keahlian yang berbeda-beda dari sisi hulu penambangan hingga hilir pabrikan.
“Ini yang nanti kita bicarakan bersama berapa porsi dia akan menjadi bagian dari masing-masing, sudah sampai teknis,” kata dia.
Baca Juga
Sikap itu disampaikan Pahala menyusul niat LG untuk mundur dari investasi di sisi penghiliran prekursor, katoda, sel baterai hingga daur ulang dalam Proyek Titan yang menjadi bagian usaha patungan bersama IBC.
“Kami dapat informasi dari Aneka Tambang [Antam] bahwa LG itu masih belum jelas statusnya, tapi LG mendorong anggota konsorsiumnya Huayou untuk melanjutkan diskusi dan negosiasi,” kata Direktur Utama MIND ID Hendi Prio Santoso saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Senin (6/2/2023).
Kendati demikian, Hendi menilai negosiasi yang berlanjut bersama dengan Huayou itu belakangan tidak seimbang dari kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian usaha patungan awal.
Dia beralasan rekanan konsorsium LG itu tidak memiliki keahlian serta pengalaman untuk pabrikan baterai setrum. Alasannya, portofolio Huayou lebih banyak pada pengembangan smelter.
“Kami masih menginginkan adanya konsorsium yang lengkap sampai ke EV manufacturer-nya, sedangkan Huayou kan bergerak hanya di pengembangan smelter,” tuturnya.
Adapun pengembangan industri baterai kendaraan listrik IBC bersama dengan konsorsium CBL dan LG ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun ini. Antam baru saja melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.
Adapun dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik.
Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024.