Bisnis.com, JAKARTA- Konsorsium PT Ningbo Contemporary Brunp Lygend Co, Ltd. (CBL) tetap berkomitmen melakukan hilirisasi bijih nikel menjadi produk akhir baterai listrik untuk jangka waktu empat tahun ke depan.
Komitmen itu disampaikan selepas Konsorsium CBL, yang menjadi rekanan usaha PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC), menandatangani conditional share purchase agreement (CSPA) dengan PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM) pada 16 Januari 2023 lalu.
“Jadi setelah ditandatangani ini mereka berkomitmen dalam empat tahun sudah melakukan hilirisasi sampai ke baterai, “ kata Direktur Utama PT IBC Toto Nugroho saat rapat panitia kerja (Panja) Transisi Energi ke Listrik Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Konsorsium CBL yang mengerjakan Proyek Dragon itu sudah berkomitmen untuk menggarkan investasi sebesar US$6 miliar atau setara dengan Rp92,48 triliun (kurs Rp15.349).
Saat ini, Konsorsium CBL tengah menyusun studi kelayakan bersama dengan IBC berkaitan dengan hilirisasi nikel lanjutan di sisi pemurnian, prekursor, katoda, sel baterai hingga tahap daur ulang.
“CATL adalah perusahaan baterai kendaraan listrik terbesar di dunia, dia menggunakan nikel kita sampai ini juga sudah digunakan untuk mendukung seluruh konsumen mereka termasuk Tesla, BMW, Audi, GM dan Ford,” kata dia.
Baca Juga
Adapun pengembangan industri baterai kendaraan listrik yang dikembangkan IBC bersama dengan konsorsium CBL dan LG ditargetkan efektif pada triwulan pertama tahun depan. Antam baru saja melaksanakan spin off segmen bisnis nikel mereka senilai Rp9,8 triliun untuk dua anak usaha hasil joint venture dengan konsorsium tersebut.
Adapun dua anak usaha itu, PT Nusa Karya Arindo (NKA) dan PT Sumberdaya Arindo (SDA) akan mengelola sebagian wilayah izin usaha perseroan di Halmahera Timur, Maluku Utara untuk penambangan nikel kelas satu jenis mixed hydroxide precipitate (MHP) atau mixed sulphide precipitate (MSP) sebagai bahan baku precursor dan katoda baterai kendaraan listrik.
Harapannya, kedua proyek pengembangan industri baterai kendaraan listrik itu dapat memasuki masa produksi atau commercial operation date (COD) pada triwulan ketiga 2024.
Berdasarkan hitung-hitungan IBC, permintaan baterai kendaraan listrik di dalam negeri akan mencapai 59,1 Giga Watt hour (GWh) pada 2035 mendatang. Permintaan itu berasal dari segmen roda empat sebesar 38,2 GWh dengan asumsi 300.000 hingga 400.000 mobil listrik, roda dua sebesar 14,2 GWh dengan pengguna motor listrik 3,2 juta hingga 3,8 juta serta 3,5 GWh diperuntukan pada sistem penyimpanan energi atau energy storage system (ESS).
Sisanya 3,2 GWh akan dialihkan untuk pasar ekspor di kawasan Asia Tenggara pada 2035 mendatang. Indonesia ditargetkan dapat menjadi dua pemasok teratas untuk baterai dan kendaraan listrik yang mencakup 35 persen pangsa pasar negara-negara di kawasan ASEAN saat itu.