Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengkhawatirkan tren pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang berada di rentang 5 persen hingga 10 persen tahun ini.
Berdasarkan hitung-hitungan BPH Migas bersama dengan Kementerian ESDM, skenario pertumbuhan tertinggi konsumsi Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar pada tahun ini diproyeksikan mencapai 10 persen dari realisasi konsumsi tahun sebelumnya di level 18,08 juta kiloliter (kl).
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, tingginya skenario pertumbuhan konsumsi JBT itu tidak diikuti dengan penambahan alokasi kuota untuk tahun ini. Kuota Solar untuk tahun ini diberikan sebesar 17,5 juta kl atau turun 4,47 persen dari alokasi 2022 di level 18,32 juta kl.
“Sudah kuotanya turun kemudian kita juga menghadapi pertumbuhan dari realisasi tahun kemarin,” kata Saleh saat dihubungi Bisnis, Selasa (14/2/2023).
Situasi itu, kata Saleh, turut menimbulkan kekhawatiran berlebihnya konsumsi Solar sebagai penggerak niaga dan industri di dalam negeri tahun ini. Apalagi, dia menambahkan, geliat ekonomi belakangan makin sibuk di tengah pembukaan aktivitas sosial masyarakat.
Sementara itu, dia mengatakan, alokasi kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite yang ditambah cukup dapat mengimbangi perkiraan pertumbuhan konsumsi tahun ini.
Baca Juga
Adapun, pemerintah menetapkan alokasi kuota JBKP Pertalite sebesar 32,56 juta kl untuk kebutuhan 2023. Alokasi itu naik 8,8 persen dari kuota yang ditetapkan pada 2022 di level 29,91 juta kl.
“Untuk Pertalite itu kan kita cukup bersyukur kuota tahun ini juga naik dibanding tahun kemarin, beda dengan Solar,” tuturnya.
Berdasarkan catatan BPH Migas, hingga 12 Februari 2023, realisasi penyaluran JBT Solar sudah mencapai 1,71 juta kl atau sekitar 10 persen dari total kuota yang diberitakan tahun ini sebesar 17,50 juta kl.
Sementara itu, realisasi penyaluran JBKP Pertalite sudah mencapai 3,44 juta kl atau 11 persen dari keseluruhan kuota tahun ini yang ditetapkan di level 32,56 juta kl.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) khawatir mandeknya pembahasan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM bakal membuat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi kembali luber tahun ini.
Adapun, usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan tahun lalu. Hanya saja, hingga hari ini, Selasa (14/2/2023), Kementerian ESDM belum kunjung mendapat persetujuan izin prakarsa dari Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
“Jika tidak dilakukan revisi Perpres 191 Tahun 2014 akan berpotensi terjadinya overkuota JBT Solar dan JBKP Pertalite,” kata Tutuka saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII, Selasa (14/2/2023).
Menurut Tutuka, pertumbuhan konsumsi dua BBM bersubsidi itu relatif tinggi di kisaran 5 persen hingga 10 persen jika dibandingkan dengan torehan tahun lalu.