Bisnis.com, JAKARTA - Pasar Asia masih menjadi tujuan ekspor utama minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia saat ini, dengan China dan India menjadi dua terbesar. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 mencatat ekspor CPO ke China mencapai 4,7 juta ton diikuti India 3,08 juta ton. Tidak cukup di situ, setelah kunjungan internasional Presiden Joko Widodo ke Beijing pada Juli 2022, China sepakat untuk menambah kuota impor CPO sebanyak 1 juta ton dari Indonesia.
Hubungan perdagangan yang baik dengan pasar besar sawit Indonesia ini harus senantiasa dijaga. Salah satunya dengan mengantisipasi potensi hambatan nontarif yang lahir dari menguatnya sinyal-sinyal permintaan produk minyak sawit yang berkelanjutan di target ekspor utama Indonesia, termasuk China.
Pernyataan Presiden Xi Jinping di Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China pada akhir 2022 terkait pembangunan hijau (green development) kian menguatkan sinyal bahwa negara tersebut sedang menyongsong praktik industri yang berkelanjutan.
Sebelumnya, beberapa inisiatif untuk sawit berkelanjutan juga telah diluncurkan, dengan salah satu yang terbaru adalah pengembangan Panduan Konsumsi Minyak Sawit Berkelanjutan pada 2022 oleh China Chamber of Commerce of Foodstuffs and Native Produce (CFNA).
Selain itu, dalam 20 tahun terakhir, pasar minyak sawit dunia juga menuntut produk dengan jaminan berkelanjutan dari aspek ekonomi, sosial, maupun ekologi. Hal ini paling jelas terlihat dari kebijakan sejumlah negara Uni Eropa yang berencana menghentikan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel pada beberapa tahun ke depan dengan alasan minyak sawit yang digunakan berasal dari sumber yang tidak berkelanjutan. Dengan demikian, transformasi menuju produk sawit yang berkelanjutan menjadi hal yang tidak bisa ditawar lagi.
Petani swadaya sebagai petarung hulu pada rantai pasok industri sawit memiliki peran yang sangat signifikan dalam mendorong transformasi praktik berkelanjutan di sektor sawit. Kilas balik ke 2022 memperlihatkan penguatan posisi petani di lanskap sawit berkelanjutan, baik di mata pemerintah maupun para pelaku industri.
Baca Juga
Pertemuan Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dengan Presiden Joko Widodo pada Maret 2022 misalnya, menjadi ajang untuk menunjukkan kualitas dan pengetahuan petani tersertifikasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pertemuan ini juga untuk menunjukkan kapabilitas para petani sawit lokal, yang selama ini kerap dianggap sulit menerapkan proses berkelanjutan, nyatanya malah bisa menerapkannya dengan baik.
Selain itu, dalam RSPO Annual Roundtable Conference on Sustainable Palm Oil (RT2022) di Malaysia akhir November 2022, Fortasbi juga secara khusus mendorong resolusi untuk memprioritaskan pendekatan yurisdiksi. Ini adalah upaya untuk mempercepat transformasi standar minyak sawit berkelanjutan, pelibatan petani swadaya, serta pelibatan masyarakat lokal.
Penerapan sawit berkelanjutan oleh petani tidak hanya berdampak terhadap kegiatan operasional perkebunan saja, tetapi juga memberi manfaat sosial bagi masyarakat di sekitar perkebunan. Banyak dari petani yang mendapat keuntungan finansial dari penerapan sawit berkelanjutan tergerak untuk melakukan berbagai program sosial kemasyarakatan. Praktik konservasi sungai, pengadaan fasilitas kesehatan ataupun akses pendidikan bagi komunitas atau desanya adalah beberapa kegiatan yang diinisiasi oleh kelompok-kelompok tani anggota Fortasbi.
Forum Petani Swadaya Merlung Renah Mendaluh di Jambi misalnya, yang melakukan konservasi sungai lewat pogram kembang biak ikan dan ekosistem air. Sementara Koperasi Unit Desa Tani Subur Kalimantan Tengah melakukan pengembangan bisnis dalam bentuk unit simpan-pinjam, peternakan, agrowisata, serta toserba. Semua ini dilakukan para kelompok petani tersebut dengan memanfaatkan insentif ataupun keuntungan finansial yang didapat dari peningkatan produktivitas, buah dari penerapan konsep berkelanjutan.
Dari sisi perusahaan sawit, perusahaan dapat memberi dukungan lewat pendanaan ataupun pelatihan bagi kelompok petani swadaya agar bisa menerapkan praktik berkelanjutan. Sementara pemerintah dapat mendukung lewat program-program terkait legalitas lahan. Di sisi lain, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dapat mendukung dengan mendampingi petani dalam praktik berkelanjutan, baik di lingkup bisnis sawit maupun sosial.
Dengan demikian, pelibatan serta penguatan petani swadaya dalam upaya melaksanakan praktik berkelanjutan menjadi sebuah keniscayaan. Mereka yang berada di garda terdepan dan hulu rantai produksi sawit dapat menjadi aktor utama dalam upaya mendorong prinsip berkelanjutan di industri sawit dalam negeri. Upaya kolaborasi multipihak juga dapat menjadi penunjang dalam rencana penerapan sertifikasi wajib Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) bagi petani yang akan mencapai tenggat waktu pada 2025.