Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo memerintahkan Satu Data Indonesia untuk mengelola dan mengintegrasikan berbagai data di tubuh pemerintahan demi efektivitas pengambilan kebijakan. Sejauh ini kerap ditemukan perbedaan data antara pemerintah dengan Badan Pusat Statistik atau BPS.
Koordinator Sekretariat Satu Data Indonesia Tingkat Pusat Oktorialdi menjelaskan bahwa pihaknya memperoleh mandat pengelolaan dan integrasi data dari Jokowi setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39/2019 tentang Satu Data Indonesia.
Salah satu tujuan utama integrasi adalah agar tidak terjadi lagi tumpang tindih data, sehingga pengambilan kebijakan dapat lebih efektif. Salah satu isu yang selalu menjadi sorotan di antaranya pelaksanaan impor pangan, karena data Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai acuan kerap berbeda.
Satu Data Indonesia dan BPS sama-sama bertugas mengelola berbagai data untuk acuan pelaksanaan pemerintahan dan pengambilan kebijakan. Meskipun begitu, Oktorialdi menyatakan bahwa terdapat perbedaan fungsi, bahkan BPS menjadi bagian penting dalam pelaksanaan Satu Data Indonesia.
"Satu Data ini menjadi payung bagi semua data pemerintah, BPS itu memproduksi, mengolah, sekaligus menjadi acuan data. Dari sisi kelembagaan, BPS itu ada di salah satu Dewan Pengarah Satu Data Indonesia," ujar Oktorialdi dalam wawancara khusus bersama Bisnis, beberapa waktu lalu.
BPS memiliki empat fungsi dalam pelaksanaan Satu Data Indonesia, yakni Kepala BPS menjadi salah satu Dewan Pengarah Satu Data Indonesia, pembina data, wali data, dan menjadi produsen data. BPS juga akan menentukan standar data statistik dari produsen-produsen data lainnya agar terintegrasi ketika digabungkan di Satu Data.
Oktorialdi, yang juga menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bidang Pemerataan dan Kewilayahan, menyatakan bahwa BPS akan menjadi juru kunci dalam menjaga kualitas data (quality control) dari berbagai produsen data.
Menurutnya, Satu Data Indonesia akan berperan sebagai koordinator dari berbagai produsen data hingga melakukan mediasi dalam penentuan data untuk pengambilan kebijakan pemerintah.
Standardisasi dan data yang berkualitas dapat mencegah terjadinya tumpang tindih data, karena seluruh produsen menghasilkan data dengan meta data yang baik. Menurut Oktorialdi, pihaknya pun akan mengoordinir agar tidak terdapat perbedaan data dari berbagai produsen, padahal objeknya sama.
"Dari sisi kelembagaan kita ini sangat besar, hampir semua unit di republik ini menjadi produsen data. Oleh karena itu, mereka harus memiliki standar data, metadata yang terstandar, ini tantangan yang harus diselesaikan," ujar Oktorialdi.
**Wawancara dengan Oktorialdi merupakan bagian dari laporan khusus bertajuk 'Ruwat' Data Pangan Ruwet yang terbit di harian Bisnis Indonesia edisi Senin, 30 Januari 2022. Baca laporan tersebut di epaper.bisnis.com dan berita terkait di bisnisindonesia.id.