Bisnis.com, JAKARTA - Royal Philips NV kembali mengumumkan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) 6.000 karyawan atau sekitar 8 persen dari total keseluruhan tenaga kerja.
“Ini adalah langkah yang cukup besar dan berdampak, tetapi kami melihat perlu untuk mengatasi kenaikan biaya di seluruh perusahaan dan dunia," kata Chief Executive Officer (CEO) Philips Roy Jakobs sebagaimana dilansir dari Bloomberg, Senin (30/1/2023),
PHK gelombang kedua ini akan dilaksanakan pada 2023. Tahun lalu, perusahaan juga telah melakukan mengumumkan rencana PHK terhadap 4.000 tenaga kerja.
Philip berharap pemangkasan ini bisa menghemat biaya US$326 juta atau setara Rp4,8 triliun di kuartal mendatang.
Saat ini, perusahaan yang bergerak di bidang elektronik ini sedang bersiap menghadapi potensi tuntutan terkait dengan perangkat terapi tidur yang diproduksi oleh perusahaan tersebut.
Perusahaan telah menyisihkan sekitar 885 juta poundsterling setelah para peneliti menemukan bahwa busa yang rusak dapat memicu kanker dan masalah pernapasan. Philips sudah mulai melakukan recall tahap pertama pada produk tersebut pada Juni 2021.
Baca Juga
Keputusan Philips ini membuatnya bergabung dengan semakin banyak produsen yang memangkas biaya untuk menghadapi gejolak rantai pasokan dan inflasi.
Adapun, Dow Inc. mengatakan akan melakukan PHK terhadap 2.000 perusahaan untuk mengimbangi kenaikan biaya energi. BASF SE dari Jerman juga mengungkapkan akan menyesuaikan jaringan produksi di Eropa pada 2022 setelah fasilitas domestik mulai merugi.
Philips memperkirakan akan mencatat pertumbuhan penjualan yang rendah dan margin laba operasional yang mendekati 10 persen tahun ini seiring dengan membaiknya rantai pasokan.
Perusahaan ini juga melaporkan penjualan dan laba operasional yang lebih baik dari perkiraan pada kuartal IV/2022.