Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saingi Malaysia, Mendag Ingin RI Atur Sendiri Harga Acuan Sawit!

Mendag Zulhas mendesak Bappebti untuk segera menerbitkan harga acuan bursa komoditi sawit agar tak lagi berpatokan pada Malaysia.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mendesak Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) untuk segera menerbitkan harga acuan bursa komoditi sawit. Pasalnya, harga acuan komoditas sawit Indonesia masih berpatok pada Malaysia.

Zulhas menyampaikan, hal tersebut seringkali di singgung dalam sidang kabinet. Untuk itu, Zulhas menargetkan agar harga acuan bursa komoditi sawit paling lambat dilakukan sebelum Juni 2023.

“Kalau memungkinkan, Juni itu bisa sudah terpampang di layar bahwa kita punya patokan harga,” kata Zulhas saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).

Selain sawit, pemerintah juga berencana untuk menerbitkan harga acuan bursa komoditas lain seperti karet, kopi, dan lada. Sementara harga acuan bursa komoditas timah, lanjut dia, sudah dimiliki oleh Indonesia.

“Kalau dulu kan selalu ya kalau pagi-pagi di radio ada, kopi dunia, harga lada dunia. Sekarang ini patokannya nggak ada di kita dan kewenangan yang dimiliki Bappebti nanti kita akan coba usahakan bertahap dari sawit, karet, dan sebagainya,” ujar Zulhas.

Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia belum memiliki harga acuannya sendiri. Pelaku industri sawit, termasuk Indonesia, selama ini mengacu pada dua bursa utama yakni MDEX di Malaysia dan Rotterdam di Belanda.

Diberitakan sebelumnya, Malaysia tengah mempertimbangkan untuk menghentikan ekspor CPO ke Uni Eropa, sebagai balas dendam atas peraturan deforestasi  Uni Eropa yang diberlakukan pada 6 Desember 2022 lalu.

“Malaysia, produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia akan mempertimbangkan untuk menghentikan ekspor ke Uni Eropa sebagai pembalasan atas peraturan deforestasi baru blok tersebut,” kata Wakil Perdana Menteri Malaysia Fadillah Yusof, melansir Bloomberg, Kamis (12/1/2023).

Fadillah Yusof yang juga merupakan Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia menilai, peraturan tersebut merupakan tindakan untuk memblokir akses pasar minyak sawit.

Adapun Malaysia berencana untuk berdiskusi dengan Indonesia sebagai sesama produsen dan eksportir minyak sawit terbesar terkait opsi penghentian pengiriman ke Uni Eropa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper