Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) menilai dengan dibatasinya ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) mulai Januari 2023 akan meningkatkan posisi tawar sawit Indonesia dalam perdagangan internasional. Apalagi, CPO Indonesia akan diserap oleh program campuran biodiesel 35 persen (B35) yang akan dimulai bulan depan.
Direktur Utama Gimni Sahat Sinaga mengatakan dengan adanya program B35 tersebut, nantinya ada pemakaian CPO dalam negeri rata-rata 24,8 juta ton per tahun. Rata-rata per tahun sendiri sebelumnya hanya 21,1 juta ton atau 39,7 persen dari total konsumsi domestic dan ekspor. Menurutnya, hal tersebut memberikan posisi baik bagi sawit Indonesia.
“Asal saja diikuti dengan kebijakan/regulasi yang dapat menumbuhkan posisi tawar Indonesia - yaitu dengan ragulasi yang prima, berubah dari "price-follower" menjadi "price-setter",” ujar Sahat kepada Bisnis, Selasa (3/1/2022).
Sahat menambahkan, regulasi-regulasi yang harus hadir tersebut agar mendukung insentif dan kemudahan bagi investor untuk memindahkan pabrik industri hilirnya dari luar negeri (Barang Modal Tak Bergerak) ke Indonesia.
“Kemudian, membuat regulasi -regulasi yang konsisten, dan tidak membuat regulasi yang mudah saja menjerat para pengusaha industri sawit ke posisi yang menakutkan dengan ancaman-ancaman yang tak terduga munculnya,” ucap Sahat merujuk kasus pelarangan ekspor CPO beberapa waktu lalu.
Menurut dia, apabila industri hilir sawit dengan meningkatnya pemakaian industri Sawit di industri dalam negeri, maka jenis produk yang akan diekspor akan lebih menguntungkan bila yang di ekspor itu punya nilai tambah yang lebih tinggi, sehingga perolehan devisa meningkat.
Baca Juga
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan mengeluarkan Keputusan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 18/2022 tentang Penetapan Rasio Pengali sebagai Dasar Penetapan Hak Ekspor Crude Palm Oil, Refined, Belached, and Deodorized Palm Oil, Refined, Bleached, And Deodorized Palm Olein dan Used Cooking Oil.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) mengatakan aturan yang mulai berlaku 1 Januari 2023 dimaksudkan melakukan pembatasan ekspor CPO. Ketentuan ekspor CPO yang baru tersebut mengharuskan eksportir CPO memasok Domestic Market Obligation (DMO) 1:6. Artinya, eksporti wajib memasok CPO 1 ke domestik baru bisa ekspor 6. Misalnya jika memasok DMO 300.000 ton, maka si pemasok bisa mengekspor sebanyak 6x300.000 ton. Kebijakan DMO sebelumnya sendiri yaitu 1:8.
Sebagai informasi, DMO adalah batas wajib pasok yang mengharuskan produsen minyak sawit untuk memenuhi stok dalam negeri sesuai ketentuan.
“Aturannya sudah [ada soal pengurangan ekspor CPO]. DMO-nya dari 1:8 menjadi 1:6. Kenapa? Karena kita persiapan untuk menghadapi bulan puasa dan Lebaran. Mungkin kebutuhannya akan meningkat makanya DMO-nya dari 1:8 ke 1:6,” ujar Zulhas dalam jumpa persnya di Kementerian Perdagangan, Senin (2/1/2023).