Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Pajak Kian Tekan Biaya Hidup di Inggris di 2023

Biaya hidup di Inggris di tahun 2023 akan semakin tertekan dengan adanya kenaikan pajak.
Ilustrasi pajak. /Freepik
Ilustrasi pajak. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri (PM) Rishi Sunak menaikan pajak Inggris dengan harapan menstabilkan keuangan publik dan meningkatkan kepercayaan investor terhadap aset Inggris.

Dilansir dari Bloomberg pada Jumat (30/12/2022), kenaikan ini akan menekan biaya hidup di Inggris semakin ketat pada tahun 2023. Banyak dari keluarga akan menanggung pembayaran pajak yang lebih tinggi pada saat tagihan energi dan suku bunga juga melonjak.

Resolution Foundation mengungkapkan rata-rata rumah tangga akan membayar pajak £1.000 atau sekitar Rp18,7 juta lebih banyak tahun depan dan £900 atau sekitar Rp16,8 juta lebih banyak untuk listrik dan gas alam.

Riset tersebut menjelaskan sekitar 2 juta pemegang hipotek akan mengalami kenaikan rata-rata £3.000 dalam pembayaran tahunan mereka.

Efek kumulatif dari kenaikan biaya akan menjadi salah satu tekanan terburuk, memperpanjang tren yang dimulai tahun ini ketika inflasi melonjak pada laju terkuatnya selama empat dekade. Pendapatan rumah tangga yang dapat dibelanjakan sudah turun paling banyak dalam satu abad pada tahun 2022 dan akan turun 3,8 persen tahun depan.

Kepala eksekutif Resolution Torsten Bell mengungkapkan dari perspektif biaya hidup, 2022 adalah tahun yang benar-benar menghebohkan, jauh lebih buruk daripada tahun mana pun dalam pandemi atau krisis keuangan, "Untuk standar hidup keluarga, keadaan akan menjadi jauh lebih buruk pada tahun 2023 sebelum mulai membaik." lanjutnya.

Resolution Foundation mengungkapkan satu hal positif dari prospek tersebut adalah permintaan yang lebih lambat dari konsumen akan membantu Bank of England (BOE) menurunkan inflasi dua digit kembali ke target 2 persen.

Menurut laporan tersebut pasar tenaga kerja Inggris tetap menjadi variabel terbesar yang mempengaruhi inflasi dan akan ditentukan oleh apakah perusahaan menaikkan harga untuk menarik atau mempertahankan staf.

Namun dengan tanda-tanda lowongan tenaga kerja yang sepi, dan pengangguran jangka pendek serta redundansi meningkat, kecil kemungkinan bahwa pekerja akan dapat menuntut kenaikan gaji yang mendorong inflasi yang dapat memacu spiral harga upah.

Bagaimanapun, inflasi yang memuncak tidak mungkin membawa kelegaan bagi rumah tangga. Bank sentral telah menaikkan suku bunga sebanyak sembilan kali selama setahun terakhir untuk melawan inflasi yang terus meningkat, dan suku bunga utamanya diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2023 di sekitar 4,5 persen, sehingga membawa penderitaan yang signifikan bagi para pemegang hipotek.

Biaya hipotek suku bunga tetap dua tahun sekarang sekitar 5,8 persen jauh lebih tinggi daripada penawaran yang tersedia pada tahun 2021 dan 2 juta rumah tangga yang akan melakukan pembiayaan kembali tahun depan akan menghadapi peningkatan besar dalam biaya pembayaran bulanan mereka.

Resolution Foundation menambahkan bahwa 1 juta pemegang hipotek dengan suku bunga mengambang akan terus merasakan dampak kenaikan suku bunga dasar.

"Melihat apa yang ada di tahun 2023, fitur dominannya adalah bahwa hari esok akan lebih buruk daripada hari ini. Fakta bahwa hal itu tidak seburuk yang dikhawatirkan para ekonom sebelumnya akan memberikan sedikit kenyamanan." jelas laporan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper