Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Impor Gula, APTRI: Selalu Tinggi Menjelang Pemilu

Petani tebu menolak rencana pemerintah mengimpor gula sebanyak 991.000 ton ke Indonesia pada 2023.
Impor gula sudah mulai masuk 9 Januari 2021 dari Australia, sisanya akan datang awal Februari. /KTM
Impor gula sudah mulai masuk 9 Januari 2021 dari Australia, sisanya akan datang awal Februari. /KTM

Bisnis.com, JAKARTA - Petani tebu mulai resah dengan rencana impor gula sebanyak 991.000 ton yang bakal direalisasikan oleh pemerintah pada 2023. Para petani mensinyalir impor tersebut erat kaitannya dengan Pemilu 2024.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikun, mengatakan rencana pemerintah melakukan impor besar-besaran seringkali terjadi menjelang pemilu. Misalnya pada 2018, realisasi impor gula mencapai 5 juta ton yang di tahun-tahun sebelumnya hanya sekitar 4 juta ton, bahkan 3 juta ton.

“Impor besar ini selalu datang setiap 5 tahun. Dulu impor terbesar tahun 2018, 2013. Impor besar-besaran selalu menjelang pemilu,” ujar Soemitro kepada Bisnis, Senin (26/12/2022).

Dia mengungkapkan sejatinya pemerintah tidak perlu melakukan impor gula lagi, karena dengan stok nasional yang tersisa dari tahun sebelumnya ditambah produksi nasional sudah mencukupi.

Untuk stok nasional 2021 tersisa 1 juta ton. Dengan penambahan impor gula pada 2022 sebesar 150.000 gula kristal putih berarti tersisa 1,1 juta ton.

“Dengan ditambah lagi impor hampir 1 juta ton raw sugar [980.000 ton] berarti tahun 2022 ada sekitar 2 juta ton lebih, sedangkan produksi gula dalam negeri tahun 2022 ada sekitar 2,45 juta ton. Berarti di awal Januari-Desember 2022 total ada 4,6 juta ton (impor+produksi nasional),” ujar Soemitro.

Menurut dia, konsumsi gula nasional kurang lebih 250.000 ton per bulan atau sekitar 3 juta ton per tahun. Berarti tersisa 1,6 juta ton hingga akhir 2022.

“Artinya kita tidak perlu impor karena bisa mencukupi hingga bulan ke 7 atau 8 di 2023. Belum lagi April, Mei, Juni sudah memasuki masa panen,” ucapnya.

Gula tersebut, kata Soemitro, belum ditambah dengan gula rafinasi yang bocor masuk ke gula konsumsi sekitar 300.000 ton per tahun dari total 3 juta ton.

“Sebetulnya kita tidak perlu impor. Itu matematika mudah. Jangan ditanya itu tempatnya di mana saja. Kita kan di rumah masing-masing punya gula, belum di pedagang. Itu stok nasional juga. Ada di ritel-ritel, toko kelontong itu punya juga gula, di pasar tradisional. Jangan hanya menghitung yang ada di pabrik gula saja,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, mengatakan pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor gula kristal putih atau gula konsumsi sebanyak 991.000 ton.

Pemerintah memutuskan mengimpor gula usai melakukan rapat terbatas atau ratas bersama kementerian dan lembaga terkait. Dia menjelaskan bahwa secara total, pemerintah akan mengimpor 4.641.000 ton gula. Selain gula kristal putih (GKP), gula kristal rafinasi (GKR) sebanyak 3,6 juta ton, dan 50.000 ton gula kebutuhan khusus.

"Neraca komoditas sudah diputuskan 991.000 ton kristal putih langsung ke konsumen, 3,6 liter rafinasi untuk industri, yang khusus kira kira 50.000 ton," kata Mendag saat ditemui di Pasar Kebon Kembang, Bogor pada Jumat (26/12/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper