Bisnis.com, JAKARTA- Pengusaha menyambut baik kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit yang diberlakukan hingga 31 Maret 2024. Namun, masih ada perbankan yang tak mematuhi aturan tersebut.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani mengatakan sebagian perbankan masih ada yang tidak mengikuti kebijakan relaksasi tersebut.
Padahal, restrukturisasi kredit sangat penting bagi para pelaku usaha untuk menyiasati adanya kesulitan pada arus kas yang tersendat.
"Kami melihat masih ada perbankan yang tidak mengikuti, jadi kami menghimbau semoga dari perbankan juga menegerti bahwa situasinya banyak sektor membutuhkan restrukturisasi tersebut," kata Shinta saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Rabu (22/12/2022).
Sebagai informasi, kebijakan restrukturisasi kredit/pembiayaan akan berakhir pada Maret 2023. Namun, OJK mengambil kebijakan dengan mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) yang memerlukan periode restrukturisasi kredit/pembiayaan tambahan selama 1 tahun sampai 31 Maret 2024.
Ada tiga sektor yang akan mendapatkan perpanjangan restrukturisasi, sektor properti tidak termasuk di antaranya. Adapun, ketiga sektor yang dimaksud, yakni segmen UMKM di seluruh sektor, penyedia akomodasi dan makan-minum, serta industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produksi tekstil (TPT) dan industri alas kaki.
Ketua Apindo Hariyadi B. Sukamdani menyambut baik restrukturisasi kredit yang dinilai sangat positif bagi dunia usaha. Apalagi, kebijakan kali ini sangat spesifik diberikan untuk industri tertentu yang disasar.
"Ini sangat positif karerna OJK sudah melonggarkan sampai tahun 2024, berbeda dari sebelumnya, sekarang sektornya sudah lebih spesifik, sektor hotel dan restoran, sektor padat karya dan beberapa sektor lainnya, jadi kita sambut positif atas relaksasi ini," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan mengatakan kebijakan tersebut untuk mendukung industri melakukan phasing out kebijakan countercyclical secara bertahap agar meminimalisir dampak jika restrukturisasi nantinya dihentikan.
Di sisi lain, OJK mengkhawatirkan ada potensi dari beberapa pihak yang aji mumpung atau memanfaatkan tanpa kepentingan yang sejalur dengan tujuan restrukturisasi kredit.
"Debitur yang mengaku terdampak ini yang kita harus antisipasi dan kebijakan ini juga diserahkan kepada appetite perusahaan-perusahaan pembiayaan industri," kata Bambang.