Bisnis.com, JAKARTA - Rektor Sekolah Tinggi Teknik Perusahaan Listrik Negara (STT PLN) Iwa Garnida Mulyana mengungkapkan bahwa meskipun perekonomian mulai pulih, angka kenaikan konsumsi listrik sebesar 4,74 persen masih cukup realistis. Malahan, masih banyak perkiraan angkia ini bisa menurun, salah satunya karena perang Rusia-Ukraina masih bergulir.
“Menurut saya angka pertumbuhan permintaan tenaga listrik di kisaran 5 persen angka yang realistis untuk kondisi normal, namun demikian harus tetap berhati-hati karena tahun depan pertumbuhan ekonomi masih tanda tanya,” ungkap Iwa kepada Bisnis pada Rabu (21/12/2022).
Tidak hanya itu, meskipun tumbuh, permintaan tenaga listrik masih bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Iwa menilai, Indonesia juga sedang beranjak menuju era transisi energi yang bisa memengaruhi hal ini.
Baca Juga
“Belum lagi masalah kebijakan energi kita yang sedang menuju transisi energi yang membutuhkan biaya besar tentunya akan mempengaruhi biaya pokok produksi dan otomatis juga ada pengaruh terhadap permintaan,” tambah Iwa.
Iwa menuturkan, meskipun memang ada program Bantuan Penanak Nasi Listrik (BNPL) dan kendaraan listrik serta permintaan yang cukup tinggi dari industri seperti kebutuhan smelter yang bisa mempengaruhi peningkatan permintaan. Tetapi menurutnya, angka kenaikan tersebut tidak cukup besar. Terlebih, PLN juga sedang alami oversupply.
“Apakah angka diatas besar? Saya kira tidak, karena dulu di Jawa, Madura, Bali pernah di atas 7 persen, di luar Jawa diatas 10 persen, dan permintaan diatas dapat diakomodasi oleh kelebihan (oversupply) yang sekarang sedang dialami PLN,” pungkas Iwa.