Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Mandiri (BMRI): Belanja Pemerintah Tak Akan Melambat meski Konsolidasi Fiskal

Mandiri Research Group mengatakan belanja akan terjaga karena pemerintah akan mengalokasikan sejumlah belanja krusial.
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Suasana deretan gedung bertingkat dan perumahan padat penduduk di Jakarta, Senin (4/7/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memproyeksikan pertumbuhan belanja pemerintah tidak akan berkurang pada tahun depan meskipun terjadi konsolidasi fiskal, yakni turunnya defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN.

Berdasarkan laporan EconMark edisi November 2022, Mandiri Group Research menjelaskan bahwa pemerintah menargetkan defisit APBN di bawah 3 persen pada 2023. Artinya, selisih antara belanja dan penerimaan negara akan semakin mengecil dari beberapa tahun ke belakang ketika pandemi Covid-19.

Mandiri memperkirakan bahwa penerimaan negara pada 2023 tidak akan setinggi tahun ini karena harga komoditas mulai kembali ke titik normal. Pelemahan ekonomi global hingga ancaman resesi dapat mendorong terjadinya koreksi harga komoditas, sehingga penerimaan negara dari batu bara dan crude palm oil (CPO) tidak akan setinggi 2022.

Harga komoditas dinilai tetap akan berada di atas tingkat sebelum pandemi, sehingga bisa menjadi sumber tambahan penerimaan negara. Meskipun begitu, dalam kondisi konsolidasi fiskal, Mandiri berpandangan bahwa pertumbuhan belanja pemerintah tidak akan berkurang.

"Meski terdapat konsolidasi fiskal tahun depan, pertumbuhan belanja pemerintah 2023 diperkirakan tidak akan turun dan justru tetap datar di Rp3.041,7 triliun atau 2,8 persen lebih tinggi dari tahun ini," dikutip dari laporan tersebut pada Selasa (13/12/2022).

Belanja akan terjaga karena menurut Mandiri Reseach Group, pemerintah akan mengalokasikan sejumlah belanja krusial, seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, meskipun tidak terdapat lagi proyeksi kenaikan harga. Keputusan itu berkaca dari subsidi energi yang melonjak sangat tinggi pada 2022.

Selain itu, pemerintah tetap menjaga belanja modal untuk infrastruktur pada tahun depan, terlihat dari nilainya yang berkisar Rp392 triliun atau tumbuh 7,8 persen dari 2022. Belanja itu salah satunya untuk kepentingan megaproyek ibu kota negara (IKN) Nusantara.

"Pemerintah akan melanjutkan serta mempercepat pembangunan proyek prioritas nasional dan pembangunan ibu kota baru, IKN. Sementara itu, pengeluaran untuk pos lainnya seperti jaminan sosial, kesehatan, dan PEN akan lebih rendah pada tahun depan, mengingat berakhirnya belanja terkait Covid," tertulis dalam laporan itu.

Mandiri Research Group menilai bahwa apabila tidak terjadi perubahan signifikan dalam asumsi makro pada tahun depan, konsolidasi fiskal akan tercapai dengan baik. BMRI memperkirakan bahwa defisit APBN 2023 dapat turun hingga 2,85 persen.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit APBN berpotensi lebih kecil dari perkiraan awal karena penerimaan pajak telah melebihi target. Hingga Selasa (6/12/2022), penerimaan pajak telah mencapai Rp1.580 triliun atau melebihi target tahun ini yakni Rp1.485 triliun.

“Nanti besarnya [defisit APBN] saya kasih tahu kalau sudah saya hitung terakhir ya, tapi ada [pengaruhnya] pasti. Jadi kalau penerimaan pajak lebih tinggi, defisitnya pasti lebih rendah,” ujar Sri Mulyani pada Rabu (7/12/2022).

Capaian itu memang sesuai perkiraan, karena pada Oktober 2022 penerimaan pajak telah mencapai Rp1.448,2 triliun atau 97,5 persen dari target. Jika menghitung rata-rata capaian per bulannya, target akan terlampaui setidaknya pada November 2022.

Pemerintah awalnya menargetkan defisit APBN 2022 di 4,5 persen, tetapi dalam outlook terbaru pemerintah melihat defisit berpotensi turun ke 3,9 persen. Outlook terbaru itu menggunakan asumsi penerimaan sesuai target, sehingga apabila realisasinya di atas target maka defisit bisa lebih rendah—apalagi jika realisasi belanja lebih rendah.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai bahwa dengan kinerja penerimaan pajak Rp1.580 triliun, asumsi penerimaan bea dan cukai Rp299 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp481 triliun, maka total penerimaan negara pada tahun ini dapat mencapai Rp2.360 triliun.

Perhitungan Yusuf itu melebihi target penerimaan negara yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022, yakni Rp2.266,2 triliun. Dengan asumsi bahwa belanja negara sesuai pagu, maka defisit APBN 2022 berpotensi lebih kecil dari target.

"Jika asumsi belanja terealisasikan penuh sebesar Rp3.106 triliun, maka realisasi defisit anggaran setahun penuh akan berada di kisaran 4,0 persen terhadap produk domestik bruto [PDB]," ujar Yusuf kepada Bisnis.

Adapun, jika belanja hanya terserap 95 persen dari pagu, Yusuf meyakini bahwa defisit APBN akan lebih kecil lagi. Berdasarkan perhitungannya, defisit bisa berada di kisaran 3,18 persen terhadap PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper