Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini bahwa defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN akan lebih rendah dari proyeksi awal karena penerimaan pajak berhasil melampaui target.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani saat diwawancara usai acara serah terima hibah barang milik negara Kementerian PUPR tahap II. Dalam acara itu, dia sempat menjabarkan kondisi APBN terkini.
Dia menjelaskan bahwa tingginya penerimaan negara akan berpengaruh terhadap defisit APBN. Oleh karena itu, defisit APBN berpotensi mengecil karena penerimaan pajak telah melebihi target.
“Nanti besarnya [defisit APBN] saya kasih tahu kalau sudah saya hitung terakhir ya, tapi ada [pengaruhnya] pasti. Jadi kalau penerimaan pajak lebih tinggi, defisitnya pasti lebih rendah,” ujar Sri Mulyani pada Rabu (7/12/2022).
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan bahwa pemerintah telah mengumpulkan pajak hampir Rp1.600 triliun. Artinya, target penerimaan pajak sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022 senilai Rp1.485 triliun sudah tercapai.
"Hari ini nih [penerimaan pajak] Rp1.580 triliun kalau enggak salah, sudah hampir Rp1.600 triliun," ujar Suryo dalam acara Hari Peringatan Antikorupsi Sedunia DJP 2022, Selasa (6/12/2022).
Capaian itu memang sesuai perkiraan, karena pada Oktober 2022 penerimaan pajak telah mencapai Rp1.448,2 triliun atau 97,5 persen dari target. Jika menghitung rata-rata capaian per bulannya, target akan terlampaui setidaknya pada November 2022.
Pemerintah awalnya menargetkan defisit APBN 2022 di 4,5 persen, tetapi dalam outlook terbaru pemerintah melihat defisit berpotensi turun ke 3,9 persen. Outlook terbaru itu menggunakan asumsi penerimaan sesuai target, sehingga apabila realisasinya di atas target maka defisit bisa lebih rendah—apalagi jika realisasi belanja lebih rendah.
Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai bahwa semakin kecil defisit APBN, yang menggambarkan semua penerimaan dan semua pengeluaran di kedua sisi APBN, maka akan semakin bagus bagi pemerintah. Apalagi, terdapat kewajiban defisit APBN tahun depan harus di bawah 3 persen.
"Pasalnya, utang negara yang digunakan untuk menutup defisit dapat berkurang," ujar Prianto kepada Bisnis.
Dia menilai bahwa peningkatan penerimaan pajak menandakan kondisi ekonomi semakin pulih. Dengan demikian, indirect government spending dalam bentuk subsidi dan insentif tidak diperlukan lagi.
"Biasanya, kebijakan fiskal ekspansif berupa subsidi dan insentif pajak hadir ketika perekonomian terkontraksi. Karena itu, pemerintah hadir dengan menstimulus perekonomian melalui kedua kebijakan tersebut," kata Prianto.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menjelaskan bahwa tingkat penerimaan pajak akan memengaruhi struktur APBN secara keseluruhan. Defisit APBN akan bergerak mengikuti kinerja penerimaan negara dan realisasi belanja pada penghujung tahun.
Menurutnya, dengan kinerja penerimaan pajak Rp1.580 triliun, asumsi penerimaan bea dan cukai Rp299 triliun, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp481 triliun, maka total penerimaan negara pada tahun ini dapat mencapai Rp2.360 triliun.
Perhitungan Yusuf itu melebihi target penerimaan negara yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022, yakni Rp2.266,2 triliun. Dengan asumsi bahwa belanja negara sesuai pagu, maka defisit APBN 2022 berpotensi lebih kecil dari target.
"Jika asumsi belanja terealisasikan penuh sebesar Rp3.106 triliun, maka realisasi defisit anggaran setahun penuh akan berada di kisaran 4,0 persen terhadap produk domestik bruto [PDB]," ujar Yusuf kepada Bisnis.
Adapun, jika belanja hanya terserap 95 persen dari pagu, Yusuf meyakini bahwa defisit APBN akan lebih kecil lagi. Berdasarkan perhitungannya, defisit bisa berada di kisaran 3,18 persen terhadap PDB.