Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News BisnisIndonesia.id: Manufaktur Waspadai Perlambatan hingga Prospek Segmen Nikel Antam

Industri manufaktur masih berada di zona ekspansi, meski ada sinyal melambat. Hal itu ditunjukkan oleh indikator terbaru yang diluncurkan pemerintah.
Pekerja menyelesaikan pembuatan komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Suselo Jati
Pekerja menyelesaikan pembuatan komponen otomotif di pabrik PT Dharma Polimetal Tbk. (DRMA) di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/9/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Industri manufaktur masih berada di zona ekspansi, meski ada sinyal melambat. Hal itu ditunjukkan oleh indikator terbaru yang diluncurkan pemerintah. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tercatat sebesar 50,89, masih ekspansif karena di atas 50 poin.

Ulasan tentang sektor manufaktur mewaspadai perlambatan menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id, selain beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.

Berikut intisari dari top 5 News Bisnisindonesia.id yang menjadi pilihan editor, Jumat (02/12/2022):

1. Sektor Manufaktur Waspadai Perlambatan

Industri manufaktur masih berada di zona ekspansi, meski ada sinyal melambat. Hal itu ditunjukkan oleh indikator terbaru yang diluncurkan pemerintah.

Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tercatat sebesar 50,89, masih ekspansif karena di atas 50 poin. Acuan ini baru saja diluncurkan oleh pemerintah sebagai refleksi dari derajat keyakinan atau tingkat optimisme industri pengolahan terhadap kondisi perekonomian.

IKI dirilis setiap bulannya dengan laporan dari perusahaan industri yang dilaksanakan secara online. IKI menggunakan tiga pengukuran, seperti pesanan baru, persediaan produk, produksi.

Kondisi yang sama juga diperlihatkan oleh indeks manufaktur yang dikeluarkan lembaga internasional seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dipublikasi oleh S&P Global.

2. IKI, Indikator Baru Kepercayaan Industri atas Kondisi Ekonomi

Kementerian Perindustrian secara resmi meluncurkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI), Rabu (30/11/2022). Indeks ini adalah indikator derajat keyakinan atau tingkat optimisme industri pengolahan terhadap kondisi perekonomian sekaligus gambaran kondisi industri pengolahan dan prospek kondisi bisnis 6 bulan ke depan di Indonesia.

“Dengan adanya IKI, saya berharap kondisi industri nasional dapat ter-capture dengan baik, sehingga akan membantu dalam penciptaan kebijakan yang berkualitas sesuai dengan fakta di lapangan,” kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat melakukan Peluncuran Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Rilis IKI November 2022 di Jakarta, Rabu (30/11/2022).

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, IKI juga digunakan untuk mendiagnosa permasalahan sektor industri serta penyelesaiannya secara cepat dan tepat.

“Selama ini, terdapat indeks-indeks yang menjadi cerminan produktivitas industri, namun penyajian datanya kurang mendetail sehingga Kementerian Perindustrian sebagai pembina industri tidak dapat menggunakannya sebagai acuan kebijakan,” kata Menperin.

3. Ekonomi 2023 Menantang, Stabilitas Bank Tetap Kokoh

Tantangan ekonomi global dan domestik yang diperkirakan bakal makin berat tahun depan tak menyurutkan optimisme regulator maupun bankir terhadap stabilitas industri perbankan. Tingkat risiko kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) pun diyakini bertahan di bawah 5 persen.

Otoritas Jasa Keuangan mencatat rasio NPL gross perbankan per September 2022 turun menjadi 2,78 persen dan rasio non-performing finance (NPF) turun ke 2,58 persen.

NPL tetap terjaga meski realisasi kredit naik 11 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) per September 2022. Kredit perbankan ditopang oleh jenis kredit modal kerja dan korporasi yang masing-masing tumbuh 12,26 persen dan 12,97 persen.

“Sejauh ini tren penurunan akan terus dijaga,” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar di sela-sela acara Pertemuan Tahunan BI 2022, Rabu (30/11).

4. Asa Tersisa di Saham GOTO Usai Lock-Up Period Berakhir

Sudah 4 hari berturut-turut selama pekan ini saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. anjlok hingga ke level auto rejection bawah (ARB). Koreksi ini terjadi seiring dengan segera berakhirnya lock-up period pada akhir November 2022. Hari ini, Kamis (1/12), lock up period emiten ini resmi dibuka.

Lock-up period merupakan periode penguncian terhadap saham emiten berkode GOTO ini yang dipegang oleh investor existing yang masuk sebelum initial public offering (IPO). Periode ini berlangsung selama 8 bulan sejak tanggal efektif IPO ditetapkan OJK.

Tujuan kebijakan ini sejatinya untuk mencegah aksi exit atau keluar oleh investor existing secara mendadak begitu suatu emiten resmi tercatat sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setelah periode lock-up berakhir, investor existing bebas untuk memperjualbelikan sahamnya di pasar.

Berakhirnya lock-up period ini menjadi kekhawatiran investor saham GOTO akhir-akhir ini, sebab hal ini berpotensi menyebabkan terjadinya tekanan jual saham GOTO di pasar akibat aksi jual beramai-ramai oleh para investor existing untuk merealisasikan keuntungan investasi mereka.

5. Prospek Segmen Nikel Antam (ANTM) Jadi Katalis Pendorong 2023

Segmen nikel emiten tambang pelat merah PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) mengalami penurunan sampai dengan kuartal III/2022.  Sektor nikel juga sempat melesu di tengah sentimen keputusan pemerintah untuk memberlakukan larangan ekspor bijih nikel, sehingga dapat menekan margin emiten.

Kondisi tersebut besar kemungkinan akan berdampak pada pergerakan saham emiten. Tidak heran, sejumlah analis menurunkan ratingnya berkaitan dengan outlook industri nikel pada 2023 yang masih di bayang-bayang ancaman resesi.

Analis Mirae Asset Sekuritas Juan Harahap dan Rizkia Darmawan menyebutkan, berdasarkan studi resesi di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1990, 2001, 2008, dan 2020, harga nikel turun setiap kali resesi, berkisar antara 7,4 persen sampai 67,4 persen dengan rata-rata 32,5 persen. Sementara penurunan terbesar terjadi selama resisi tahun 2008.

“Perhatian utama kami untuk 2023 terletak pada potensi perlambatan permintaan pertumbuhan global yang lebih besar dari perkiraan di tengah kenaikan inflasi, terutama dari harga energi, yang dapat mengurangi permintaan nikel dari baja tahan karat,” paparnya dalam riset, dikutip Kamis (1/12/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fatkhul Maskur
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper