Bisnis.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatatkan hasil kinerja penerimaan pajak yang positif hingga 31 Oktober 2022.
Hingga periode tersebut, DJP membukukan penerimaan pajak sebesar Rp1.448,17 triliun. Realisasi penerimaan tersebut telah mencapai 97,52 persen dari target penerimaan pajak dalam Peraturan Presiden No. 98/2022 dan secara kumulatif Januari-Oktober bertumbuh 58,1 persen year-on-year (YoY).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor menjelaskan kinerja positif penerimaan pajak itu didukung oleh sejumlah faktor, termasuk implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
“Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik hingga bulan Oktober ini masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas, pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, low based effect pada tahun 2021, serta implementasi UU HPP,” kata Neil saat Media Gathering DJP 2022, Selasa (29/11/2022).
Dia memerinci realisasi penerimaan pajak hingga Oktober 2022 itu ditopang PPh non migas yang mencapai Rp784,4 triliun (104,7 persen dari target), PPN & PPnBM senilai Rp569,7 triliun (89,2 persen dari target), PPh migas sebesar Rp67,9 triliun (105,1 persen dari target), dan PBB dan pajak lainnya mencapai Rp26,0 triliun (80,6 persen dari target).
Menurutnya, seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21, jelas dia, bertumbuh 21,0 persen, PPh 22 Impor tumbuh 107,7 persen, PPh Orang Pribadi meningkat 4,8 persen, PPh Badan naik 110,2 persen, PPh 26 tumbuh 19,7 persen, PPh Final bertumbuh 62,6 persen, PPN Dalam Negeri naik 38,4 persen, dan PPN Impor meningkat 47,2 persen.
Untuk penerimaan sektoral, sambung Neil, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan.
“Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yakni industri pengolahan 29,4 persen tumbuh 43,7 persen, perdagangan 24,8 persen tumbuh 64,4 persen, jasa keuangan dan asuransi 10,6 persen tumbuh 15,2 persen, pertambangan 8,5 persen tumbuh 188,9 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,0 persen tumbuh 3,0 persen,” ujarnya.
Neil menjelaskan implementasi UU HPP juga turut menopang kinerja positif penerimaan pajak. Salah satunya tampak pada PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Dia menjelaskan pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut mencapai 131 perusahaan dan berhasil mengumpulkan penerimaan PPN sebesar Rp9,17 triliun.
“Jumlah tersebut berasal dari setoran tahun 2020 Rp730 miliar, setoran tahun 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran tahun 2022 Rp4,54 triliun.”
Neil mengatakan Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 juga mulai dibayarkan pada Juni 2022 berupa PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) telah mencapai Rp101,39 miliar. Selain itu, ada PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp47,21 miliar.
Untuk Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan pada Juni 2022, sambung Neil, PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri mencapai Rp91,40 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp99,71 miliar.
Di samping itu, penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022 berdampak pada penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun pada April 2022, Rp5,74 triliun pada Mei 2022, Rp6,25 triliun pada Juni 2022, Rp7,15 triliun pada Juli 2022, Rp7,28 triliun pada Agustus 2022, Rp6,87 triliun pada September 2022, dan Rp7,62 triliun pada Oktober 2022.
Strategi Penerimaan Pajak 2023
Neil menambahkan DJP juga telah menyiapkan strategi pengamanan penerimaan pajak pada 2023 yang dihadapkan pada ancaman resesi dan normalisasi harga komoditas. Dia menjelaskan optimalisasi penerimaan pajak tahun depan dilakukan melalui perluasan basis pajak dan penguatan strategi pengawasan serta tetap memberikan dukungan pada pertumbuhan investasi dan ekonomi.
Kebijakan tersebut dilakukan pertama-tama melalui optimalisasi perluasan basis pemajakan dengan tindak lanjut pengawasan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan implementasi NIK sebagai NPWP.
“Kedua, penguatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan dengan implementasi penyusunan daftar prioritas pengawasan dan prioritas pengawasan high wealth individual beserta WP grup dan ekonomi digital,” jelasnya.
Ketiga, tambah Neil, DJP juga mela persenkukan percepatan reformasi bidang SDM, organisasi, proses bisnis, dan regulasi dengan persiapan implementasi Coretax System, perluasan kanal pembayaran, penegakan hukum yang berkeadilan, pemanfaatan kegiatan digital forensik.
“Keempat, insentif fiskal yang terarah dan terukur dengan pemberian insentif untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan kemudahan investasi,” pungkasnya.