Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengembang Rumah Subsidi Kecewa Tak Dapat Perpanjangan Relaksasi Kredit

Apersi menyayangkan kebijakan OJK terkait perpanjangan restrukturisasi kredit yang tidak menyentuh segmen pengembang rumah subsidi.
Ilustrasi rumah subsidi (Bisnis-Dedi Gunawan)
Ilustrasi rumah subsidi (Bisnis-Dedi Gunawan)

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menyayangkan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mencakup industri properti.

OJK memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2024. Ada tiga sektor yang akan mendapatkan perpanjangan restrukturisasi, sektor properti tidak termasuk di antaranya. 

Adapun, ketiga sektor yang dimaksud, yakni segmen UMKM di seluruh sektor, penyedia akomodasi dan makan-minum, serta industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produksi tekstil (TPT) dan industri alas kaki.

Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah mengatakan, restrukturisasi kredit sangat diperlukan agar program pemulihan ekonomi terus berlanjut, termasuk di sektor properti.

"Sayangnya industri properti tak masuk di dalamnya, padahal bisnis properti juga menyentuh aspek level bawah, yakni segmen rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah [MBR] dan developer-nya pun kelas menengah ke bawah," kata Junaidi, Rabu (30/11/2022).

Apalagi, menurutnya, OJK memahami ketidakpastian kondisi ekonomi global akibat normalisasi Bank Sentral AS (The Fed), ketidakpastian geopolitik, dan inflasi yang tinggi.

Dari industri properti, Junaidi menerangkan bahwa anggota Apersi masih kesulitan akibat imbas dari pandemi Covid-19. Belum lagi, dengan aturan yang menyulitkan pengembang rumah subsidi di daerah yang disamakan dengan pembangunan rumah komersial.

Pengembang pun kini tengah meratapi nasib akibat belum adanya penyesuaian harga rumah subsidi sejak 3 tahun lalu. Padahal, harga material bangunan telah melambung karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

"Alasannya, untuk membangun rumah bersubsidi saat ini begitu berat bagi pengembang Apersi, yang bisa kami lakukan sekarang hanya bertahan karena margin sangat kecil," ujarnya.

Bukan hanya pengembang, konsumen kelas bawah pun ikut semakin sulit mendapat rumah layak huni. Sebab, pandemi membuat karyawan terkena pemotongan gaji, bahkan kehilangan pekerjaan.

Hal ini membuat pekerja pabrik atau buruh yang merupakan konsumen rumah subsidi tak bankable. Kondisi ini membuat daya beli menurun, ditambah dengan perbankan yang semakin berhati-hati.

Oleh karena itu, dia berharap kebijakan terkait restrukturisasi kredit pun ikut merangkul pengembang subsidi, sebagai penyedia rumah masyarakat berpenghasilan rendah.

Apalagi, rumah subsidi merupakan program pemerintah yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih. Sementara itu, faktanya sampai saat ini belum ada stimulus yang dirasakan pengembang.

"Saya berharap kebijakan OJK ini juga menyentuh kami karena pengembang yang tergabung di Apersi 80 persen adalah pengembang rumah subsidi," tandasnya.

Dia juga mengingatkan bahwa sektor properti membawa efek domino kepada lebih dari 140 subsektor dari satu proyek pembangunan perumahan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper