Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Darmawan Prasodjo menegaskan dirinya tidak pernah membatasi daya terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap dari rumah tangga atau industri.
Hanya saja, Darmawan mengatakan, PLN tidak mampu untuk menyerap limpahan atau ekspor listrik dari inisiatif pemasangan PLTS atap yang berlebih dari tingkat konsumsi internal rumah tangga atau industri terkait.
“Kami tidak pernah mengarahkan 10 sampai 15 persen, tetapi lebih bagaimana pemasangan untuk PLTS atap untuk konsumsi sendiri bukan untuk ke PLN,” kata Darmawan saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Darmawan mengatakan PLN tidak dapat menyerap ekspor listrik dari kapasitas terpasang berlebih dari rumah tangga dan industri lantaran kondisi oversupply yang saat ini ditanggung perusahaan setrum pelat merah tersebut.
Apalagi, Darmawan mengatakan, penyerapan listrik dari hasil ekspor rumah tangga dan industri berpotensi untuk mengerek beban subsidi dan kompensasi kelistrikan PLN di tahun berjalan. Alasannya untuk penyerapan listrik ekspor itu, PLN mesti mengeluarkan 10 sen per kilowatt hour (kWh).
“Misal ada industri, daya terpasang 11 megawatt (MW), kami ukur pemakaiannya hanya 1,5 MW pada Sabtu, Minggu, artinya 9 MW terpaksa diekspor ke PLN sesuai aturannya kami harus bayar 10 sen per kWh, sedangkan kami oversupply,” kata dia.
Baca Juga
Dengan demikian, dia mengimbau masyarakat dan industri untuk memasang daya kapasitas PLTS Atap sesuai dengan tingkat konsumsi kelistrikan mereka masing-masing. Harapannya, serapan daya sistem kelistrikan bersih baru itu tidak menambah beban oversupply PLN.
“Kami tidak bisa mematikan pembangkit kami, jadi ini dobel produksi untuk itu kami mengambil titik temu, kami mendukung penuh transisi energi tentu saja dengan fokus pada konsumsi sendiri,” kata dia.
Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri No. 26/2021 tentang PLTS atap yang terhubung pada jaringan tenaga listrik pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum. Aturan itu menggantikan Peraturan Menteri ESDM No. 49/2018.
Kendati aturan itu menyatakan bahwa kapasitas maksimum sistem PLTS atap mencapai 100 persen dari daya tersambung pelanggan PLN, tetapi pelaku industri masih belum bisa memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya sepenuhnya.
Seperti yang disampaikan oleh perusahaan penyedia sistem listrik surya atap, ATW Solar, mengakui bahwa instalasi kapasitas PLTS dibatasi maksimal sebesar 10 persen - 15 persen dari total kapasitas terpasang berlangganan dengan PLN.
“Kebijakan itu bertolak belakang dengan peraturan ESDM yang menetapkan kapasitas maksimal sistem PLTS atap adalah 100 persen,” kata Sales Engineer ATW Solar Tungky Ari dikutip Antara, Selasa (7/6/2022).
Tak hanya bertentangan dengan Permen ESDM 26/2021, pembatasan tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan aturan pendahulunya, yakni Permen ESDM No. 49/2018, serta beberapa regulasi di tingkat daerah khususnya Provinsi Bali, yaitu Peraturan Gubernur No. 45/2019 tentang Bali Energi Bersih, dan Surat Edaran Gubernur Bali No. 5/2022.