Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 di 5,3 persen, meskipun Bank Indonesia (BI) memandang bahwa akan terjadi perlambatan tahun depan sehingga pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa kondisi ekonomi global memang masih bergejolak. Harga energi, pangan, dan pupuk yang masih tinggi menyebabkan lonjakan inflasi secara global, baik di negara maju maupun berkembang.
Banyak negara yang merespons kondisi itu dengan memperketat kebijakan moneter, yang kemudian berimbas pada pelemahan ekonomi. Sri Mulyani melihat risiko itu terhadap perekonomian global, termasuk dampaknya bagi Indonesia, tetapi dia meyakini asumsi makro 2023 masih sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
"Kami selalu menyampaikan waspada, karena faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia bisa dipengaruhi oleh faktor global tersebut," ujar Sri Mulyani usai acara Anugerah Reksa Bandha: Apresiasi Pengelolaan Kekayaan Negara, Rabu (23/11/2022).
Pemerintah tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun depan di 5,3 persen, sesuai dengan Undang-Undang APBN 2023. Artinya, pemerintah tetap meyakini akan terjadi kenaikan dari proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di 5,2 persen.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2023 hanya akan mencapai 4,37 persen. Angka itu bukan hanya lebih rendah dari proyeksi pemerintah, tetapi juga turun dari outlook pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan bahwa pihaknya sangat berhati-hati dalam menyusun asumsi makro ekonomi pada 2023. Pasalya, gejolak dan ketidakpastian global yang sangat tinggi.
“Memang dunia sedang bergejolak, kami ajukan asumsi yang sangat berhati-hati, di mana sasarannya, yaitu mengendalikan inflasi secara lebih cepat sehingga membutuhkan kenaikan suku bunga dan mengendalikan nilai tukar rupiah stabil dan menguat,” ujar Perry dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (21/11/2022).