Bisnis.com, JAKARTA — Sejak pandemi Covid-19 dan memanasnya kondisi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina, sejumlah negara kini justru berbalik arah kembali mengandalkan energi fosil, salah satunya minyak dan gas bumi, untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Ulasan tentang mengoptimalkan gas bumi di masa transisi energi menjadi salah satu pilihan Bisnisindonesia.id, selain beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id.
Berikut intisari dari top 5 News Bisnisindonesia.id yang menjadi pilihan editor, Rabu (23/11/2022):
1. Mengoptimalkan Gas Bumi di Masa Transisi Energi
Sejak pandemi Covid-19 dan memanasnya kondisi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina, sejumlah negara kini justru berbalik arah kembali mengandalkan energi fosil, salah satunya minyak dan gas bumi, untuk memenuhi kebutuhan energi mereka.
Di sisi lain, ada misi besar yang harus dicapai demi mengurangi dampak perubahan iklim, yakni target nol emisi karbon (net zero emission/NZE) dengan mengoptimalkan sumber daya energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.
Indonesia sendiri juga dihadapkan pada kondisi yang dilematis tersebut. Di satu sisi desakan untuk meninggalkan energi fosil diyakini dapat mengendalikan emisi gas rumah kaca, tetapi di sisi lain Indonesia belum bisa sepenuhnya lepas dari energi fosil.
2. Tatkala Kedaulatan Indonesia Diuji Bijih Nikel oleh Uni Eropa
Kekalahan Indonesia dalam sengketa larangan ekspor bijih nikel dengan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) diyakini tidak akan menyurutkan keinginan pemerintah untuk terus mempercepat penghiliran komoditas mineral itu.
Sebaliknya, putusan panel WTO yang terdaftar dalam sengketa dispute settlement (DS) 592 dan final panel report-nya yang diterbitkan pada 17 Oktober 2022 tersebut dapat menjadi pemantik bagi pemerintah dan industri di dalam negeri untuk bersama-sama menunjukkan kedaulatan Indonesia ke dunia internasional, dengan terus menguatkan ekosistem penghiliran nikel.
Terlebih, pemerintah sudah sejak awal menyatakan kesiapannya menghadapi potensi kekalahan terhadap gugatan Uni Eropa tersebut.
3. Angin Segar Kontrak Proyek Infrastruktur Hadapi Tekanan BBM
Akhirnya, pemerintah memberikan lampu hijau terkait dengan usulan penyesuaian harga atau eskalasi kontrak proyek infrastruktur yang berjalan pada tahun anggaran 2022.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Kementerian Keuangan Nomor S-940/MK/2022 tentang usulan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang penyesuaian harga (eskalasi) pada kontrak pekerjaan konstruksi tahun anggaran 2022 akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan aspal, pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang diterima Bisnis, Senin (21/11/2022).
Terbitnya surat tersebut sebagai tindak lanjut atas surat Menteri PUPR Nomor HK.0102-Mn/2154 yang dikirimkan pada 26 Oktober 2022. Surat tersebut menyebutkan bahwa berdasarkan hasil rapat koordinasi Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR dan LKPP di Gedung LKPP 07 November 2022, maka usulan tersebut akan diproses oleh LKPP.
Adapun, perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah dalam pelaksanaan kontrak,merupakan tugas dan kewenangan LKPP, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 106 tahun 2007 tentang LKPP.
4. Dampak Kenaikan Upah Minimum 2023, Investasi Terganggu?
Penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2023 dengan kenaikan maksimal 10 persen dikhawatirkan mengganggu iklim investasi dalam negeri. Peningkatan signifikan upah pekerja disebut-sebut menjadi salah satu pertimbangan besar pemodal.
Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan upah minimum pada tahun depan tidak lebih dari 10 persen. Keputusan itu ditetapkan Menaker Ida Fauziah melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 18/2022 tentang Upah Minimum 2023. Beleid ini diundangkan pada Kamis (17/11/2022).
Ketetapan ini disesalkan oleh kedua pihak baik serikat pekerja maupun pengusaha. Kalangan buruh menilai keputusan tersebut masih di bawah tuntutan mereka yang mencapai 13 persen. Sedangkan pengusaha menilai angka 10 persen cukup besar di tengah perlambatan ekonomi yang dihadapi dunia.
5. Bunga Makin Tinggi, KPR Terancam Lesu
Kenaikan suku bunga Bank Indonesia yang sangat agresif dalam beberapa bulan belakangan bakal menurunkan animo masyarakat dalam menarik kredit baru dari perbankan, khususnya kredit konsumsi untuk memiliki hunian atau kredit pemilikan rumah (KPR).
Bank Indonesia sendiri mengamini hal tersebut. Hal ini terlihat dari hasil Survei Bank Indonesia yang melaporkan bahwa permintaan KPR diperkirakan menurun selama 3 hingga 6 bulan ke depan.
Berdasarkan Survei Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Perbankan yang dirilis BI, Senin (21/11), turunnya permintaan selama 3 bulan ke depan terindikasi dari melemahnya pangsa KPR dari 13 persen pada September 2022 menjadi 10,4 persen pada Oktober 2022.
Sementara itu, pada periode 6 bulan mendatang, kebutuhan terhadap pembiayaan KPR juga cenderung melemah. Pada Oktober 2022, pangsa KPR tercatat berada di posisi 6,9 persen, sedangkan bulan sebelumnya mencapai 10,2 persen.