Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Sesalkan Ketentuan Baru Kenaikan Upah Minimum

Perwakila Apindo Antonius J. Supit menilai pemberlakuan upah minimum hanya ditujukan untuk mengakomodir kepentingan buruh yang sedang bekerja.
Ilustrasi bantuan subsidi upah (BSU) 2022 atau subsidi gaji Rp600.000/Bisnis-Bisnis - Arief Hermawan Prn. Pengusaha Sesalkan Ketentuan Kenaikan Upah Minimum
Ilustrasi bantuan subsidi upah (BSU) 2022 atau subsidi gaji Rp600.000/Bisnis-Bisnis - Arief Hermawan Prn. Pengusaha Sesalkan Ketentuan Kenaikan Upah Minimum

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyesalkan keluarnya terbitnya Permenaker Nomor 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 yang menetapkan kenaikan upah minimum (UM) maksimal sebesar 10 persen.

Ketua Ketenagakerjaan dan Jaminan Sosial Apindo Antonius J. Supit menilai pemberlakuan tersebut hanya untuk mengakomodir kepentingan buruh yang sedang bekerja. Padahal, kata dia, upah minimum sejatinya untuk membuka kepentingan pencari kerja.

“Ini kok malah menaikkan [UM] itu yang saya tidak paham. Dan ini mengorbankan kepentingan kelompok pencari kerja. Upah minimum adalah untuk orang yang mau bekerja. Coba misalnya saja, orang yang sedang bekerja beberapa lama, terus dia pindah apakah mau digaji sama dengan pas awal dia kerja? Kan engga,” ujar Anton saat dihubungi Bisnis, Minggu (20/11/2022).

Dia menambahkan pelaku usaha di sektor padat karya akan sulit membuka lapangan kerja apabila kenaikan tersebut diberlakukan. Sebab, saat ini, kata dia, untuk sektor garmen, sepatu dan tekstil sedang mengalami kelesuan, karena permintaan ekspor anjlok signifikan.

Anton membeberkan, untuk ekspor sepatu, permintaannya mengalami penurunan sebesar 50 persen dan garmen 30 persen. Alhasil, ujar dia, pengusaha terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.

“Sehingga kita tidak bisa lagi menahan pekerja yang ada. Bukan tidak mau mempertahankan, kita tak sanggup bayar. Industri sepatu itu pekerjanya itu 10.000 biasa, bahkan ada yang 100.000. 10.000 ini kalau digaji Rp4-5 juta pekerjanya itu 40-50 miliar. Dengan tidak ada order you kuat berapa lama. bisa saja pemerintah jangan PHK, tapi siapa yang mesti bayar?,” ungkap Anton.

Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang berada di kisaran 5 persen, Anton menilai hal itu didorong oleh ekspor komoditas, bukan manufaktur khususnya tekstil.

“Dengan kondisi ini saya tidak paham. Karena untuk sektor ekspor padat karya, itu bisa dikatakan jelek. Ini kok malah menaikkan [UM] itu yang saya tidak paham,” kata dia.

Kemudian, lanjut Anton kenaikan UM itu melanggar UU Ciptaker yakni turunannya PP No 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Permen kan lebih rendah dari PP. Di sinilah kebingungan kita. Jadi tidak bisa bilang ini setuju atau tidak setuju. Biarlah orang menafsirkan kita,” ucap Anton.

Dihubungi terpisah, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhsitira mengatakan poin penting pembahasan upah minimum sebenarnya terletak pada perlindungan pekerja. Artinya upah minimum tidak boleh di bawah tingkat inflasi yang terakhir dialami Indonesia hampir 6 persen atau tepatnya 5,71 persen secara tahunan.

Dia membeberkan selain mempertimbangkan inflasi, juga harus disisakan ruang untuk daya beli dalam mempertimbangkan upah minimum, yakni 5 persen.

Bhima mengatakan apabila upah minimumnya berada di atas inflasi dan ada surplus pertambahan ekonomi, artinya ada tambahan daya beli untuk pekerja. Dengan begitu, kata dia, yang diuntungkan adalah para pelaku usaha.

Menyitir Teori David Card, seorang peraih nobel ekonomi tahun 2021, Bhima menjelaskan upah minimum tidak berkorelasi terhadap penurunan kesempatan kerja. Sebab, menurutnya ,yang terjadi justru jika upah minimum naik kesempatan kerja bertambah.

“Dan yang diuntungkan upah minimum naik justru pelaku usaha, karena daya beli pekerjanya bagus, dia akan membelanjakan uangnya. Dan uangnya akan kembali apda omzet dari pelaku usaha dan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi. Itulah mengapa upah minimum juga jadi instrumen mendrong terutama dalam menghadapi resesi,” ungkapnya, Minggu (20/11/2022).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper