Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) membantah adanya kekurangan menara bor atau rig untuk keperluan pengeboran lapangan Migas saat ini.
Ketua Umum APMI Suprijonggo Santoso mengatakan asosiasinya relatif masih memiliki persediaan rig yang cukup untuk memenuhi rencana pengeboran dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Hanya saja, Suprijonggo mengatakan, terdapat sejumlah miskomunikasi terkait dengan pengadaan rig tersebut.
Suprijonggo mengatakan SKK Migas bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mestinya menyewa rig dari APMI. Akan tetapi, dia mengatakan, sejumlah KKKS justru memilih untuk mencari rig di luar APMI yang membuat pendataan relatif sulit dilakukan.
“Kadang-kadang mereka itu mencari harga yang murah siapa pun diterima, ini saya tidak tahu mereka pakai rig yang mana, secara prinsip ada miskomunikasi yang harus diperbaiki,” kata Suprijonggo saat dihubungi, Kamis (17/11/2022).
Menurut dia, persoalan pengadaan rig itu sudah jadi persoalan klasik antara penyedia jasa dan SKK Migas. Dia berharap terdapat pembahasan lebih lanjut ihwal mekanisme pengadaan rig itu bersama dengan SKK Migas untuk tetap menjaga sentimen positif industri hulu Migas mendatang.
“Supaya bisa diluruskan salahnya di mana, apakah salahnya di metode penyelenggara tender atau bagaimana,” tuturnya.
Baca Juga
Seperti diberitakan sebelumnya, SKK Migas melaporkan lembaganya mengalami kesulitan untuk mendapatkan rig untuk memacu pengeboran sumur teridentifikasi akhir tahun ini.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan situasi itu makin menyulitkan target agresif pengeboran tahun depan yang dipatok sebanyak 1.063 sumur.
“Kami sedang menyusun WP&B 2023, rencanannya pengeboran kita sudah teridentifikasi 1.063 sumur, kami bisa sampaikan saat ini kami sudah kesulitan untuk mendapatkan rig,” kata Dwi saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII di DPR RI, Jakarta, Kamis (17/11/2022).
Dwi mengatakan target pengeboran masih tahun depan itu mesti dilakukan untuk menahan laju penyusutan produksi alamiah atau declined rate sejumlah lapangan Migas andalan pemerintah yang lebih dari 50 persen saat ini.
Dia menerangkan kegiatan pengeboran masif itu sudah efektif untuk menahan laju penyusutan produksi di angka rata-rata 605 ribu BOPD dan 5.304 MMSCFD hingga Oktober 2022. Rerata itu terlihat stabil sejak tahun lalu.
“Kenaikan yang sudah terjadi di beberapa lapangan masih termakan dengan penurunan di EMCL, EMCIL memiliki potensi untuk segera mengangkat produksi lewat infill drilling, eksplorasi di clastic structure yang ada di Banyu Urip dan Kedung Keris,” tuturnya.
Berdasarkan catatan SKK Migas, realisasi pengeboran KKKS hingga Oktober 2022 sudah mencapai 616 sumur. Adapun, outlook pengeboran hingga akhir tahun sebanyak 800 sumur atau lebih tinggi sedikit dari target rencana kerja 2022 di angka 790 sumur.