Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan lembaganya tetap mendorong pengembangan dan eksplorasi lapangan yang masif pada tahun depan.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Mohammad Kemal, mengatakan lembaganya sudah mulai memasang target pengeboran rata-rata di atas 1.000 sumur mulai tahun depan untuk memenuhi target 1 juta barel minyak pada 2030.
“Untuk mengebor target tahun depan yang berkisar 1.000 sumur diperlukan 105 rig dengan 78 rig sudah tersedia sehingga diperlukan 27 rig tambahan,” kata Kemal saat dihubungi, Kamis (17/11/2022).
Menurut Kemal, ketatnya pasokan rig itu disebabkan karena harga minyak yang sempat rendah dalam waktu lama sebelum akhirnya terkerek naik akibat krisis energi saat ini. Konsekuensinya, aktivitas pengeboran tidak masif saat itu yang ikut menurunkan permintaan terhadap rig.
Saat ini, permintaan rig tumbuh signifikan seiring dengan harga minyak mentah dunia yang tetap tertahan di posisi yang tinggi.
“Terutama untuk jack up rig atau offshore lainnya yang bisa mobile, persaingan dengan negara lain juga semakin ketat sehingga harganya juga ikut naik,” ujarnya.
Berdasarkan catatan SKK Migas, harga sewa rig yang diminta Asosiasi Perusahaan Pemboran Minyak, Gas dan Panas Bumi Indonesia (APMI) berada di angka US$25 per hp hingga US$30 per hp. Harga itu jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan posisi tahun lalu di kisaran US$18 per hp hingga US$22 per hp.
“Harga rig tentunya dipengaruhi pasokan dan permintaan, dan juga harga minyak dan baja yang ikut naik,” tuturnya.
Sebelumnya, APMI menampik adanya kekurangan menara bor atau rig untuk keperluan pengeboran lapangan Migas saat ini.
Ketua Umum APMI, Suprijonggo Santoso, mengatakan asosiasinya relatif masih memiliki persediaan rig yang cukup untuk memenuhi rencana pengeboran dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Hanya saja, Suprijonggo mengatakan, terdapat sejumlah miskomunikasi terkait dengan pengadaan rig tersebut.
Suprijonggo mengatakan SKK Migas bersama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mestinya menyewa rig dari APMI. Akan tetapi, dia mengatakan, sejumlah KKKS justru memilih untuk mencari rig di luar APMI yang membuat pendataan relatif sulit dilakukan.
“Kadang-kadang mereka itu mencari harga yang murah siapa pun diterima, ini saya tidak tahu mereka pakai rig yang mana, secara prinsip ada miskomunikasi yang harus diperbaiki,” kata Suprijonggo saat dihubungi, Kamis (17/11/2022).
Menurut dia, persoalan pengadaan rig itu sudah jadi persoalan klasik antara penyedia jasa dan SKK Migas. Dia berharap terdapat pembahasan lebih lanjut ihwal mekanisme pengadaan rig itu bersama dengan SKK Migas untuk tetap menjaga sentimen positif industri hulu Migas mendatang.
“Supaya bisa diluruskan salahnya di mana, apakah salahnya di metode penyelenggara tender atau bagaimana,” ungkapnya.