Bisnis.com, JAKARTA - Komisi V DPR tengah menggodok pengaturan soal pelaksanaan transportasi ojek online pada Undang-Undang No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Salah satu aspek yang menjadi pertimbangan, yakni kemungkinan menjadikan perusahaan penyedia aplikasi sebagai perusahaan transportasi.
Saat ini, perusahaan aplikasi yang menghubungkan antara penyedia transportasi dan penggunanya, seperti Gojek, Grab, dan Maxim terdaftar sebagai pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik atau PPMSE. Izinnya berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sejalan dengan upaya merevisi UU LLAJ, Komisi V DPR menanyakan kepada perusahaan-perusahaan tersebut terkait dengan kesediaannya diubah menjadi perusahaan transportasi.
"Sekarang masih menjadi aplikator [perusahaan aplikasi], masih mendapatkan izin dari Kominfo dan belum masuk sebagai perusahaan transportasi. Pertanyaannya, setujukah ketiga perusahaan ini pada suatu saat menjadi perusahaan transportasi? Apakah bisa suatu ketika plat mobilnya menjadi warna kuning?," ujar Wakil Ketua Komisi V DPR Ridwan Bae pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Gojek, Grab, dan Maxim, Senin (8/11/2022).
Senada, Anggota Komisi V Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suryadi Jaya Purnama juga menekankan pentingnya legalitas usaha transportasi yang difasilitasi oleh perusahaan aplikasi. Dia menyoroti ojek online yang belum diatur dalam UU LLAJ, bukanlah sebuah moda transportasi umum yang diakui undang-undang.
"Sebenarnya operasional kendaraan roda dua ini bukan angkutan umum. Jadi tidak punya payung hukumnya. Formalitas jasa aplikasi ini legal, tapi kegiatan transportasinya sebetulnya ilegal karena menggunakan kendaraan roda dua sebagai transportasi umum. Ini menjadi alasan kuat bagi kami untuk segera merevisi UU LLAJ," tuturnya.
Ketiga perusahaan tersebut menyatakan akan mengikuti apa yang diatur oleh pemerintah. Namun, ketiganya menekankan perlunya keterlibatan perusahaan dan mitranya dalam pembahasan lebih lanjut.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) menyatakan bahwa akan selalu mengikuti peraturan perundang-undangan. Dia meminta agar perusahaan dilibatkan apabila wacana menjadi perusahaan transportasi jadi dibahas lebih lanjut.
"Tentunya ini kan, proses Revisi UU LLAJ masih berjalan dan kami yakin ada proses pelibatan stakeholders termasuk aplikator. Saya yakin kita bersama akan mengambil keputusan yang paling bijak dan baik untuk bersama," terang Head of Public Policy and Government Relations GoTo Shinto Nugroho.
Sementara itu, Presiden Direktur Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menilai bahwa ekosistem perusahaannya merupakan bagian dari industri teknologi, bukan tranportasi. Namun, dia menyatakan terbuka terhadap solusi yang ditawarkan oleh parlemen.
"Kami percaya bahwa kami adalah bagian dari industri teknologi. Tapi, tentunya kami menyerahkan kepada dewan di sini untuk membantu mencari solusi. Yang kami harapkan apabila memungkinkan agar kami dilibatkan," ujarnya pada kesempatan yang sama.
Adapun, PT Teknologi Perdana Indonesia atau Maxim menyatakan kurang sepakat apabila dijadikan sebagai perusahaan transportasi lantaran banyaknya ragam jasa yang ditawarkan dalam aplikasi di luar angkutan penumpang.
"Jika dijadikan perusahaan transportasi, maka akan sangat banyak hal yang disesuaikan dan akan sangat mengganggu sekali bukan hanya bagi kami, tapi juga teman-teman mitra. Ini juga akan menimbulkan impact langsung pada penggunanya," terang Legal Counsel PT Teknologi Perdana Indonesia atau Maxim Jerio Rorimpandey.
Saat ini, perusahaan aplikasi yang menghubungkan antara penyedia transportasi dan penggunanya, seperti Gojek, Grab, dan Maxim terdaftar sebagai pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik atau PPMSE. Izinnya berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Sejalan dengan upaya merevisi UU LLAJ, Komisi V DPR menanyakan kepada perusahaan-perusahaan tersebut terkait dengan kesediaannya diubah menjadi perusahaan transportasi.
"Sekarang masih menjadi aplikator [perusahaan aplikasi], masih mendapatkan izin dari Kominfo dan belum masuk sebagai perusahaan transportasi. Pertanyaannya, setujukah ketiga perusahaan ini pada suatu saat menjadi perusahaan transportasi? Apakah bisa suatu ketika plat mobilnya menjadi warna kuning?," ujar Wakil Ketua Komisi V DPR Ridwan Bae pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Gojek, Grab, dan Maxim, Senin (8/11/2022).
Senada, Anggota Komisi V Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Suryadi Jaya Purnama juga menekankan pentingnya legalitas usaha transportasi yang difasilitasi oleh perusahaan aplikasi. Dia menyoroti ojek online yang belum diatur dalam UU LLAJ, bukanlah sebuah moda transportasi umum yang diakui undang-undang.
"Sebenarnya operasional kendaraan roda dua ini bukan angkutan umum. Jadi tidak punya payung hukumnya. Formalitas jasa aplikasi ini legal, tapi kegiatan transportasinya sebetulnya ilegal karena menggunakan kendaraan roda dua sebagai transportasi umum. Ini menjadi alasan kuat bagi kami untuk segera merevisi UU LLAJ," tuturnya.
Ketiga perusahaan tersebut menyatakan akan mengikuti apa yang diatur oleh pemerintah. Namun, ketiganya menekankan perlunya keterlibatan perusahaan dan mitranya dalam pembahasan lebih lanjut.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) menyatakan bahwa akan selalu mengikuti peraturan perundang-undangan. Dia meminta agar perusahaan dilibatkan apabila wacana menjadi perusahaan transportasi jadi dibahas lebih lanjut.
"Tentunya ini kan, proses Revisi UU LLAJ masih berjalan dan kami yakin ada proses pelibatan stakeholders termasuk aplikator. Saya yakin kita bersama akan mengambil keputusan yang paling bijak dan baik untuk bersama," terang Head of Public Policy and Government Relations GoTo Shinto Nugroho.
Sementara itu, Presiden Direktur Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata menilai bahwa ekosistem perusahaannya merupakan bagian dari industri teknologi, bukan tranportasi. Namun, dia menyatakan terbuka terhadap solusi yang ditawarkan oleh parlemen.
"Kami percaya bahwa kami adalah bagian dari industri teknologi. Tapi, tentunya kami menyerahkan kepada dewan di sini untuk membantu mencari solusi. Yang kami harapkan apabila memungkinkan agar kami dilibatkan," ujarnya pada kesempatan yang sama.
Adapun, PT Teknologi Perdana Indonesia atau Maxim menyatakan kurang sepakat apabila dijadikan sebagai perusahaan transportasi lantaran banyaknya ragam jasa yang ditawarkan dalam aplikasi di luar angkutan penumpang.
"Jika dijadikan perusahaan transportasi, maka akan sangat banyak hal yang disesuaikan dan akan sangat mengganggu sekali bukan hanya bagi kami, tapi juga teman-teman mitra. Ini juga akan menimbulkan impact langsung pada penggunanya," terang Legal Counsel PT Teknologi Perdana Indonesia atau Maxim Jerio Rorimpandey.