Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi Korea Selatan melambat pada kuartal III/2022 menyusul pelemahan ekspor dan mata uang won.
Dilansir dari Bloomberg pada Kamis (27/10/2022), Bank of Korea melaporkan produk domestik bruto (PDB) Korea Selatan (Korsel) naik 0,3 persen pada kuartal III/2022 dari kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/qtq).
Angka PDB ini sejalan dengan proyeksi ekonom dalam survei Bloomberg namun turun dari 0,7 persen pada kuartal sebelumnya.
Sementara itu, PDB naik 3,1 persen year-on-year (yoy), di atas proyeksi ekonom dengan sebesar 2,8 persen.
Tekanan terhadap ekonomi Korsel semakin meningkat di tengah kenaikan suku bunga acuan secara global dan stagnasi pertumbuhan ekspor, yang menyebabkan defisit neraca dagang menumpuk. Itulah mengapa won melemah ke level terendah sejak krisis keuangan 2008.
Nilai tukar won terhadap dolar AS terpantau melemah 0,47 persena tau 6,6 poin ke level 1.419,47 won per dolar AS pada pukul 09.15 WIB.
Baca Juga
Inflasi Korea mencapai level tertinggi dalam 24 tahun pada periode Juli-September dan tetap tinggi pada kuartal ini, sehingga semakin menekan BOK untuk memperketat laju kebijakan.
Bank sentral menaikkan suku bunga 50 basis poin pada bulan Juli dan Oktober untuk menjaga jarak kebijakan dengan Federal Reserve agar tidak melebar terlalu banyak dan menekan won.
Kepala ekonom KB Kookmin Bank Chang Jaechul mengatakan data PDB terbaru ini tidak mungkin memengaruhi kebijakan moneter BOK, mengingat fokus mereka saat ini tetap pada inflasi dan stabilitas keuangan, termasuk mata uang.
"Dengan satu bulan tersisa hingga keputusan suku bunga berikutnya, kemungkinan tetap terbuka untuk kenaikan 25 atau 50 basis poin," ungkap Chang.
Kenaikan suku bunga acuan turut membebani pasar kredit Korea dan gagal bayar pengembang lokal yang jarang terjadi membuat pasar obligasi korporasi jatuh bulan ini. Pemerintah telah melangkah dengan janji untuk memasok setidaknya 50 triliun won ke pasar keuangan dan berupaya meningkatkan kepercayaan investor.
Memburuknya sentimen di pasar keuangan diperkirakan bertahan karena BOK tetap berkomitmen untuk meningkatkan suku bunga acuan. Sementara itu, konsumen menghadapi lingkungan yang semakin menantang dengan inflasi yang mengikis daya beli mereka.
Pemerintah juga berencana untuk menahan pengeluaran fiskalnya setelah menggelontorkan stimulus besar-besaran untuk menjaga ekonomi tetap bertahan selama pandemi. Penerintah melonggarkan peraturan Covid secara signifikan untuk mendukung lebih banyak aktivitas pribadi dan meningkatkan konsumsi.