Bisnis.com, JAKARTA -- Subholding PT Pelindo Terminal Petikemas mencatat jumlah arus peti kemas mencapai 8,2 juta TEUs selama 9 bulan berjalan pada 2022.
Corporate Secretary PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) Widyaswendra mengatakan jumlah tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebanyak 8,1 juta TEUs atau tumbuh rata-rata sekitar 1,15 persen. Arus peti kemas tersebut merupakan gabungan dari 15 terminal peti kemas dan 7 anak perusahaan yang dikelola oleh perseroan.
"Arus peti kemas tersebut didominasi oleh peti kemas domestik yang mencapai 5,6 juta teus atau sekitar 69 persen. Sementara untuk peti kemas luar negeri mencapai 2,5 juta teus atau sekitar 31 persen," ujarnya melalui keterangan resmi, Kamis (20/10/2022).
Dia pun optimistis dapat mencapai target arus peti kemas hingga akhir tahun 2022 yang telah ditetapkan oleh pemegang saham yakni sebanyak 11,65 juta teus.
Sejumlah upaya dilakukan oleh PT Pelindo Terminal Petikemas untuk meningkatkan jumlah arus peti kemas. Mulai dari upaya menggandeng terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS), pengoperasian pelabuhan milik pemerintah melalui skema kerjasama pemanfaatan (KSP) barang milik negara (BMN).
Selain itu, upaya untuk bersinergi dengan pihak-pihak berkepentingan lainnya juga terus dijajaki oleh perseroan.
“Kami sedang mempersiapkan kajian untuk melakukan pengembangan terminal peti kemas yang berperan sebagai transhipment hub peti kemas internasional. Sebagaimana kita ketahui bersama posisi kita ada di jalur perdagangan dunia, ini yang akan coba kami optimalkan setelah merger Pelindo,” lanjutnya.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menyebut upaya kontainerisasi muatan dapat menjadi salah satu upaya PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP) untuk meningkatkan pertumbuhan arus peti kemas.
Tak hanya itu, untuk mendukung upaya kontainerisasi SPTP perlu melakukan pembenahan di sejumlah pelabuhan yang ada di wilayah timur Indonesia agar mampu digunakan untuk kegiatan peti kemas.
“Potensi muatan peti kemas di wilayah timur Indonesia masih cukup tinggi, utamanya berkaitan dengan hasil tangkapan laut atau perikanan, namun kita juga perlu perhatikan apakah pelabuhan yang ada di daerah sudah dapat mendukung bongkar muat peti kemas ataupun fasilitas berpendingin,” kata Siswanto.
Berkenaan dengan transhipment hub peti kemas internasional, Siswanto menilai perlu dilakukan kajian yang menyeluruh bersama semua pihak termasuk pemerintah. Keberadaan ekosistem yang kuat mulai dari kemudahan bunker, lokasi berlabuh, sistem keuangan dan pembayaran, pemanduan dan penundaan kapal, dan hal lainnya sangat dibutuhkan dalam mewujudkan transhipment hub internasional yang dimimpikan.
“Pertarungan di sektor tersebut akan sangat berat, kita ketahui ada negara tetangga yang sudah menguasai pasar, sehingga kita perlu memperkuat diri terlebih dahulu untuk siap bersaing langsung dengan mereka di selat Malaka,” pungkasnya.